Minggu, 07 Juni 2009

KH. Asrori Al-Ishaqi

KH. Asrori Al-Ishaqi






KH Asrori al Ishaqi




KH Asrori al Ishaqi




KH Asrori al Ishaqi




KH Asrori al Ishaqi dan Hb_Umar bin Hamid Aljaila

Juru Selamat

Musafir Bertawassul

Ada 3 orang musafir yang kemalaman ditengah perjalanan, sampai terpaksa menginap di dalam sebuah gua. Pada waktu mereka sedang tertidur, tiba-tiba sebongkah batu besar terjatuh dari atas dan menutupi lubang gua sehingga ketiga orang itu terkurung tidak dapat keluar.

Segala daya upaya telah dilakukan untuk menggeser batu besar itu, namun sedikitpun tidak bergerak. Sesudah merenung-renung, salah seorang diantara mereka teringat akan ajaran gurunya. Ia lalu berkata, “Sungguh kita takkan dapat menyelamatkan diri dari mati terperangkap di dalam gua, kecuali bila minta tolong kepada Allah dengan bertawassul melalui amal kebajikan kita masing-masing, menurut pendapat dan pengalaman kita paling berharga.”

Kedua orang temannya menyetujui saran itu. Maka musafir yang pertama lantas berkata, “Ya Allah, saya mempunyai ayah dan ibu sudah tua. Saya tidak pernah memberi minum susu kepada siapa pun sebelum kedua orang tua saya minum lebih dulu, termasuk anak-anak dan keluarga saya yang lainnya. Pada suatu hari saya bepergian agak jauh sehingga pada waktu pulang, ayah dan ibu sudah terpulas di tempat tidur. Saya memerah susu untuk kedua orang tua itu dan saya menunggu terus sampai tertidur di sebelah kaki mereka. Sementara itu, anak-anak saya menangis minta susu, namun tidak saya berikan sebab orang tua saya belum meminumnya. Saya terus menunggu hingga terbit fajar keesokan harinya. Ya Allah, andaikata perbuatan itu saya lakukan semata-mata karena Engkau menurut penilaian-Mu, tolonglah kami agar terbebas dari gua yang gelap ini.”

Ketiga musafir tersebut kemudian bersama-sama mendorong batu penutup gua tadi. Batu tersebut bergeser, namun cuma sedikit saja hingga mereka belum bisa keluar.

Musafir yang kedua lantas berkata pula, “Ya Allah, dahulu saya pernah terpikat oleh putri paman sendiri. Karena terlalu besar kerinduan dan cinta saya kepadanya, maka saya selalu merayu dan membujuknya untuk mau berbuat zina dengan saya. Putri paman itu senantiasa menolak ajakan saya dengan keras. Sampai pada suatu ketika kemarau panjang melanda kami dan keluarga gadis itu sudah mulai dihantui bahaya kelaparan. Pada waktu itu datang minta bantuan, kesempatan itu saya pergunakan untuk mengulangi ajakan saya. Bahwa saya bersedia memberikannya uang sebesar 120 dinar dengan syarat ia bersedia saya ajak naik pembaringan. Terkabullah keinginan itu. Di sebuah kamar yang sepi, waktu saya sudah berada di atas kedua kakinya, putri paman itu menangis dan berkata, “Takutlah kepada Allah dan janganlah kau robek penutupku kecuali secara halal.” Mendengar ucapan dan tangisnya, saya segera bangun. Saya menjauhkan diri cepat-cepat, padahal saya betul-betul amat menginginkannya. Sedangkan uang yang 120 dinar itu saya relakan untuk dia, tanpa menyentuh sedikitpun auratnya. Ya Allah, andaikata perbuatan itu saya lakukan semata-mata karena Engkau dalam penilaian-Mu, lepaskanlah kami dari kemalangan ini.”

Ketiga musafir itu lalu kembali beramai-ramai mendorong batu besar tersebut. Ternyata usaha mereka menunjukkan hasil, namun belum cukup untuk meloloskan diri keluar. Sebab batu itu hanya bergeser sedikit.

Musafir yang ketiga pun segera mengangkat kedua tangannya ke atas dan mengadu, “Ya Allah, saya dahulu mempunyai banyak buruh. Tiap saat saya bayar mereka tepat pada waktunya. Pada suatu hari, ketika saya sedang membagi-bagikan upah kepada mereka, salah seorang pergi entah kemana dan tidak pernah kembali. Bagian upahnya itu lantas saya perniagakan sehingga jumlahnya bertambah besar menjadi kekayaan yang cukup berharga. Beberapa tahun kemudian, buruh saya yang satu itu datang dan menuntut kembali upah yang dulu ditinggalkannya. Saya pun mengatakan kepadanya, “Ambillah seluruh harta kekayaan yang berada di depanmu itu. Yaitu puluhan unta, lembu, kambing dan budak-budak penggembalanya.” Buruh saya itu marah, merasa tersinggung. Disangkanya saya mempermainkannya untuk menghina kemiskinannya. Saya kemudian menerangkan duduk perkara yang sebenarnya. Maka dengan serta merta diambilnya semua yang saya perlihatkan kepadanya, tanpa menyisakan apa-apa sama sekali dan pergi begitu saja dengan tidak mengucapkan permisi apalagi terima kasih. Ya Allah, andaikata semua ini saya lakukan betul-betul ikhlas hanya karena Engkau, tolonglah kami agar dapat keluar dari terperangkap di dalam gua ini.”

Kali ini, dengan mudah mereka dapat menyingkirkan batu besar itu sehingga dengan selamat bisa kembali ke rumah masing-masing. Begitulah kisah yang ibarat menunjukkan amal mana paling besar pahalanya dalam pandangan Agama Islam, sebagaimana diceritakan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya.


Allah Menyayangi Orang Yang Pemaaf

قال رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ

وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى

(صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah SAW :
“Allah menyayangi orang yang pemaaf dalam jual dan beli, dan pemaaf pada hutang piutangnya”

(Shahih Bukhari)

Image

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt Yang Maha Luhur, Maha Menerangi jiwa hamba – hambaNya dengan keluhuran, dan tiadalah yang lebih indah sepanjang kehidupan melebihi iman, melebihi kehadirat untuk dekat kepada Allah, tidak ada kemuliaan dari semua kehidupan yang pernah hidup dari keturunan Adam as Mulai Nabiyullah Adam alaihis salam wa Sayyidatuna Hawa alaiha salam sampai manusia yang terakhir hidup di muka bumi, tidak ada kehidupan yang lebih mulia dari kehidupan para pecinta Allah. Orang – orang yang ingin dekat kepada Allah, orang yang ingin mencapai kesuksesan hakekat dari segenap kesuksesan, puncak dan akhir dari semua karir, jabatan – jabatan tertinggi dari semua jabatan yaitu kedekatan kepada Allah di istana – istana kemewahan yang abadi.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Sehingga mereka yang jiwanya dipenuhi dengan asyik dan rindu kepada Allah, dan itulah seindah – indah jiwa. Mereka tidak lagi terfikirkan pedihnya neraka dan tidak lagi terfikirkan indahnya surga. Tapi yang mereka dambakan adalah dekat dan dicintai Allah. Itulah yang mereka inginkan. Maka kita bertanya, kenapa Sang Nabi saw selalu meminta surga dan minta jauh dari neraka, apakah Sang Nabi saw masih menginginkan surga dan masih risau pada neraka? Bukan itu maksudnya, tapi mereka para shiddiqin dan muqarrabin mengetahui bahwa surga adalah tempat orang – orang yang dicintai Allah dan neraka adalah tempat orang – orang yang dimurkai Allah. Maka mereka meminta surga, karena surga adalah tempat orang – orang yang dicintai Allah.

Image

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt telah menjamu kita di malam ini dengan mengumpulkan para malaikat yang menyaksikan setiap kehadiran tamu – tamu Allah di masjid – masjid atau orang yang duduk karena untuk beribadah kepada Allah. Sehingga sabda Rasul saw “malaikat laa tazaal yusholli ala ahadikum” (Shahih Bukhari) tiada henti – hentinya malaikat bershalawat dan mendoakan kepada kalian ketika diantara kalian masih duduk didalam masjid dalam keadaan suci atau masih duduk ditempat ia shalat atau ibadah maka malaikat itu terus mendoakannya dengan doa “allahumma shalli a’laihi allahummarhamhu” wahai Allah limpahkan baginya shalawat dan kemuliaan, wahai Allah sayangilah ia. Terus malaikat mendoakan dengan doa itu sepanjang kita masih duduk di majelis ini, didalam istana keridhaan Allah (Masjid), di muka bumi. Betapa Allah memanjakan dan memuliakan kita, betapa indahnya cinta Allah kepada kitas sehingga dikerahkanlah para malaikat untuk mendoakan orang – orang yang ingin dekat kepada-Nya, yang datang bertamu kepada istana keridhaan-Nya, ke masjid – masjid atau ke mushalla atau ke tempat ia ibadah walau hanya sajadahnya sendiri, selama ia masih duduk di tempat itu, malaikat terus dan dan terus – menerus mendoakannya.

Sampailah kita pada hadits mulia di malam ini, riwayat Shahih Bukhari “rahimallahu rajulan samhan idzaa baa’a wa izaa isytaraa wa izaaqtadhaa” kasih sayang Allah selalu berlimpah kepada seseorang yang apabila ia membeli dan menjual (dalam jual belinya) selalu senang memaafkan, memudahkan dan pempermudah. Kalau ia membeli, tidak terlalu sangat banyak menawar, kalau ia menjual tidak terlalu banyak mengambil untung dan tidak menipu pembelinya. “..wa izaaqtadha” dan ketika mereka saling melunasi hutang piutang. Ketika mereka mempunyai hutang kepada orang lain dengan sifat baiknya, ia datangi orang yang ia pinjam uangnya dan ia kembalikan dengan baik , dengan sopan dan dengan mulia. Atau sebaliknya jika ia orang lain berhutang padanya maka ia meminta atau menagihnya dengan sopan dan baik. Orang – orang yang seperti ini dicintai oleh Allah, disayangi Allah. Allah berfirman “wailullilmuthaffifiin; alladzina idzaktaaluu a’lannasi yastawfuun; waidza kaaluuhum awwazanuuhum yukhsiruun; ala yadhunnu ulaaika annahummab’utsun; liyawmin a’dhim; yaumayaquumunnaasu lirabbil a’lamin” (QS. Al Muthaffifiin : 1-5). Allah Swt berfirman : Celakalah orang yang berbuat dhalim dalam timbangan perdagangannya (Qs. Al-Muthaffifiin : 1). Kalau mereka yang belanja, mereka meminta timbangan itu seadil – adilnya, jangan sampai ada berat yang sampai mendhalimi. Jika mereka sendiri yang menjual maka mereka mengurangi timbangannya (Qs. Al-Muthaffifiin : 2), celakalah mereka, kata Allah Swt. Apakah mereka tidak mengira bahwa kelak akan berdiri di satu hari yang sangat dahsyat (Qs. Al-Muthaffifiin : 4-5). Hari yang sangat agung, hari dimana Allah Swt menjadikan manusia itu berdiri satu persatu menghadap-Nya, disaat itu betapa meruginya para pedagang yang berbuat dhalim. Kalau mendhalimi timbangan saja seperti itu, bagaimana mendhalimi penjual dengan penipuan.

Image

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Rasul saw menuntun kita kepada seindah – indah tuntunan, kepada semulia – mulia bimbingan dan inilah bimbingan Nabi kita Muhammad Saw. Dan Rasul saw sebaik – baik orang yang beramal. Ketika beliau saw meminjam kepada orang lain, mestilah beliau saw sendiri yang mengembalikannya atau dengan sebaik – baik cara. Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, bagaimana Rasul saw meminjam uang kepada seorang yahudi (seorang yang diluar Islam) maka orang yahudi itu, padahal sudah tahu bahwa Rasulullah saw itu adalah orang yang amanah masih meminta jaminan dan Rasulullah saw memberikan jaminan baju besinya. Untuk apa uang itu, untuk menjamu tamunya. Demikian indahnya budi pekerti Sayyidina Muhammad Saw.

Dan beliau saw adalah yang paling sempurna akhlaknya. Sehingga diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika beliau saw berjalan menemukan sebutir kurma yang terjatuh di tanah, seraya mengambilnya dan berkata “lawla antakuna shadaqah la..” kalau bukan takut karena ini kurma shadaqah (karena shadaqah tidak boleh dimakan oleh Rasul saw, namun boleh oleh muslimin lainnya) aku akan memakannya, kata Sang Nabi saw. Dari menghargai rezki yang ada di muka bumi yang asal muasalnya dari Allah. Ini hukumnya luqatah (barang temuan yang tidak berharga). Jadi kalau kita menemukan barang yang tidak ada harganya boleh diambil, tapi kalau barang yang berharga tidak boleh diambil dan waktu penantiannya adalah 1 tahun kalau barang itu barang berharga. Diambil, dipegang saja, dicari orang yang memilikinya atau diumumkan selama 1 tahun. Kalau 1 tahun tidak datang juga pemiliknya, boleh dipakai tapi kalau pemiliknya datang harus dikembalikan atau diganti dengan uang. Demikian hadirin – hadirat, barang temuan.

Ini kita keluar dari pembicaraan ini sudah sangat banyak laporan bahwa para pencopet selalu ikut hadir di majelis ini. Subhanallah!! Orang datang untuk niat berbuat baik dan kau (pencopet) datang untuk mendhalimi orang yang berbuat baik. Tidak terfikir di hati saya, di majelis mulia seperti ini ada orang yang datang dengan niat sengaja untuk mendhalimi dan berbuat jahat kepada orang – orang yang datang kepada keridhaan Allah Swt. Tidak terbayangkan dendamnya Allah di kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Semoga Allah melimpahkan kepada mereka hidayah, tidak terbayangkan kemarahan Allah dan kemurkaan-Nya terhadap mereka yang mendhalimi para tamu-Nya. Orang datang mengaji dan pulang tidak membawa handphone lagi, handphonenya lenyap karena sudah ada orang – orang tertentu yang ingin mengambil handphonenya. Subhanallah, tobatlah!! Wahai engkau yang berniat berbuat jahat di majelis ini karena bala dan musibah akan datang padamu, kemiskinan, kehancuran di dunia dan di akhirat. Semoga Allah memberikan kepada mereka hidayah.

Image

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Demikian Sang Nabi saw bersabda diriwayatkan didalam Shahih Bukhari. Rasul saw bersabda “akan datang satu masa kepada manusia ini dimana ia tidak perduli lagi apa – apa yang masuk kepadanya, Apakah dari hal yang halal atau dari hal yang haram”. Ia sudah tidak mau lagi bedakan, mana itu halal mana itu haram. Akan datang masa itu, kata Nabi Saw. Dan masa itu telah datang kepada kita.

Hadirin – hadirat, inilah masa pembenahan bagi kita, inilah pemuda kita dan majelis kita yang selama ini Allah Swt memberikan Inayah selalu semoga kepada kita untuk semakin memakmurkan majelis – majelis kita, majelis – majelis mulia ini. Semoga Allah Swt semakin memakmurkannya, Amin Allahumma Amin. Dan menjadikan orang – orang yang hadir ini dalam kemakmuran dunia dan akhirat.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika bagaimana indahnya Sang Nabi saw memberikan tarbiyah kepada para sahabat dengan seindah – indahnya tuntunan. Abdullah bin Amr bin Ash alaihimaa ridhwanallah, sampai kabar kepada Sang Nabi saw bahwa Abdullah bin Amr bin Ash ini sepanjang malam shalat malam sambil membaca Alqur’an. Siang hari puasa, tiap hari ia lakukan seperti itu. Maka Rasul saw memanggilnya “apakah engkau betul (shalat sepanjang malam) di malam hari berapa banyak kau membaca Alqur’an?” ia berkata “aku khatam Alqur’an setiap malamnya, wahai Rasulullah”. “Lalu siang hari?”, “siang hari aku puasa setiap harinya wahai Rasulullah”. Rasul saw berkata “jangan kau perbuat!, bacalah Alqur’an 1 bulan sekali khatam (1 hari = 1 juz)” itu yang terbaik dan yang sunnah untuk kita. Orang – orang yang mempunyai kesibukkan dan lainnya disunnahkan untuk membaca 1 juz 1 hari bila mampu. Rasul saw mengajarinya, 1 bulan 1X khatam dan berpuasalah 3 hari setiap bulannya. Maka Abdullah bin Amr bin Ash berkata “Wahai Rasulullah, aku mampu lebih dari itu wahai Rasulullah”. Maka Rasul saw terlihat wajahnya berubah, sudah diberi saran malah didebat saran Sang Nabi saw. Maka Rasul saw berkata “kalau begitu 1 minggu 3 hari puasanya”, ia menjawab “ya Rasulllah aku bisa lebih dari itu”. Terus ia meminta dan meminta, sampai akhirnya Rasul saw berkata “kalau begitu 1 hari puasa 1 hari tidak, yaitu puasa Nabi Daud as, dan tidak ada yang lebih dari itu”. Maksudanya Rasul saw tidak memberi izin untuk puasa lebih dari puasa Nabiyullah Daud as yaitu sehari puasa sehari tidak puasa, besoknya puasa besoknya tidak puasa. Itu sudah puasa yang terbanyak bagi umat Nabi Muhammad Saw.

Image

Sampai tak lama kemudian Rasul saw wafat dan sampai khilafah dan sampai Abdullah bin Amr bin Ash meriwayatkan hadits ini jauh setelah wafatnya Sang Nabi saw. Ia berkata “coba kalau aku terima saran Sang Nabi saw itu dari awal, jangan sampai tidak, apa artinya ibadahku yang sedemikian banyak kalau seandainya ibadahku itu menyinggung perasaan Rasulullah Saw”. Coba kalau dari awal aku terima saran Sang Nabi saw sehingga Sang Nabi saw gembira kepadaku, sehingga Sang Nabi saw menyayangiku karena menerima wasiatnya saw, coba itu maka jauh lebih berharga daripada ibadahku, yang ibadah – ibadah sunnahnya saw. Walau ia berjuang dengan puasa Nabiyullah Daud nya atau berjuang dengan amalan ibadah lainnya, belum tentu ia menemukan kesempatan menggembirakan hati Sang Nabi Muhammad Saw.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat dan Keberkahan dalam perkumpulan ini, saya tidak berpanjang lebar menyampaikan tausiyah, mengingat Al Habib Aththas bin Muhammad bin Salim bin Hafidh semoga limpahan Rahmat dan Keberkahan kepada beliau. Saya juga tidak pantas berbicara disini menyampaikan tausiyah di hadapan beliau, akan tetapi karena perintah beliau dan kecintaan pada Nabi saw. Semoga Allah Swt mengangkat derajat kita setinggi – tingginya, semoga Allah memuliakan hari – hari kita, mengangkat derajat kita, menyingkirkan segala kesulitan kita dan menjauhkan kita dari musuh – musuh kita. Rabbiy lindungi kami dari segala kemunkaran, Rabbiy lindungi kami dari segala dosa, Rabbiy lindungi kami dari segala kesulitan, Rabbiy lindungi kami dari segala musibah, Rabbiy lindungi kami dari segala kejahatan, Rabbiy lindungi kami dari segala kemungkaran, Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal ikram, Wahai Yang Maha Berhak dicintai, Wahai Yang Maha Suci, Wahai Yang Maha Luhur, Wahai Yang Maha Mengangkat keinginan untuk berbuat keji, angkat keinginan dari sanubari kami segala sifat yang hina, segala keinginan yang Kau murkai dan gantikan dengan hal – hal yang Kau ridhai.

Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Ya Allah, Ya Allah..Ya Allah..

Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Laillahailallah Laillahailallah Laillahailallah Muhammadurrasulullah

Image

Kita lanjutkan acara kita dengan pembacaan doa bersama dalam qasidah Ya Arhamar Rahimin dan setelah itu doa penutup oleh yang kita muliakan dan kita cintai Ayahanda kita Fadhilatul Sayyid Al Habib Aththas bin Muhammad bin Salim bin Hafidh, semoga dilimphai Rahmat dan Keberkahan oleh Allah SWT

“Allah menyayangi orang yang pemaaf dalam jual dan beli, dan pemaaf pada hutang piutangnya”

(Shahih Bukhari)

Image

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt Yang Maha Luhur, Maha Menerangi jiwa hamba – hambaNya dengan keluhuran, dan tiadalah yang lebih indah sepanjang kehidupan melebihi iman, melebihi kehadirat untuk dekat kepada Allah, tidak ada kemuliaan dari semua kehidupan yang pernah hidup dari keturunan Adam as Mulai Nabiyullah Adam alaihis salam wa Sayyidatuna Hawa alaiha salam sampai manusia yang terakhir hidup di muka bumi, tidak ada kehidupan yang lebih mulia dari kehidupan para pecinta Allah. Orang – orang yang ingin dekat kepada Allah, orang yang ingin mencapai kesuksesan hakekat dari segenap kesuksesan, puncak dan akhir dari semua karir, jabatan – jabatan tertinggi dari semua jabatan yaitu kedekatan kepada Allah di istana – istana kemewahan yang abadi.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Sehingga mereka yang jiwanya dipenuhi dengan asyik dan rindu kepada Allah, dan itulah seindah – indah jiwa. Mereka tidak lagi terfikirkan pedihnya neraka dan tidak lagi terfikirkan indahnya surga. Tapi yang mereka dambakan adalah dekat dan dicintai Allah. Itulah yang mereka inginkan. Maka kita bertanya, kenapa Sang Nabi saw selalu meminta surga dan minta jauh dari neraka, apakah Sang Nabi saw masih menginginkan surga dan masih risau pada neraka? Bukan itu maksudnya, tapi mereka para shiddiqin dan muqarrabin mengetahui bahwa surga adalah tempat orang – orang yang dicintai Allah dan neraka adalah tempat orang – orang yang dimurkai Allah. Maka mereka meminta surga, karena surga adalah tempat orang – orang yang dicintai Allah.

Image

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt telah menjamu kita di malam ini dengan mengumpulkan para malaikat yang menyaksikan setiap kehadiran tamu – tamu Allah di masjid – masjid atau orang yang duduk karena untuk beribadah kepada Allah. Sehingga sabda Rasul saw “malaikat laa tazaal yusholli ala ahadikum” (Shahih Bukhari) tiada henti – hentinya malaikat bershalawat dan mendoakan kepada kalian ketika diantara kalian masih duduk didalam masjid dalam keadaan suci atau masih duduk ditempat ia shalat atau ibadah maka malaikat itu terus mendoakannya dengan doa “allahumma shalli a’laihi allahummarhamhu” wahai Allah limpahkan baginya shalawat dan kemuliaan, wahai Allah sayangilah ia. Terus malaikat mendoakan dengan doa itu sepanjang kita masih duduk di majelis ini, didalam istana keridhaan Allah (Masjid), di muka bumi. Betapa Allah memanjakan dan memuliakan kita, betapa indahnya cinta Allah kepada kitas sehingga dikerahkanlah para malaikat untuk mendoakan orang – orang yang ingin dekat kepada-Nya, yang datang bertamu kepada istana keridhaan-Nya, ke masjid – masjid atau ke mushalla atau ke tempat ia ibadah walau hanya sajadahnya sendiri, selama ia masih duduk di tempat itu, malaikat terus dan dan terus – menerus mendoakannya.

Sampailah kita pada hadits mulia di malam ini, riwayat Shahih Bukhari “rahimallahu rajulan samhan idzaa baa’a wa izaa isytaraa wa izaaqtadhaa” kasih sayang Allah selalu berlimpah kepada seseorang yang apabila ia membeli dan menjual (dalam jual belinya) selalu senang memaafkan, memudahkan dan pempermudah. Kalau ia membeli, tidak terlalu sangat banyak menawar, kalau ia menjual tidak terlalu banyak mengambil untung dan tidak menipu pembelinya. “..wa izaaqtadha” dan ketika mereka saling melunasi hutang piutang. Ketika mereka mempunyai hutang kepada orang lain dengan sifat baiknya, ia datangi orang yang ia pinjam uangnya dan ia kembalikan dengan baik , dengan sopan dan dengan mulia. Atau sebaliknya jika ia orang lain berhutang padanya maka ia meminta atau menagihnya dengan sopan dan baik. Orang – orang yang seperti ini dicintai oleh Allah, disayangi Allah. Allah berfirman “wailullilmuthaffifiin; alladzina idzaktaaluu a’lannasi yastawfuun; waidza kaaluuhum awwazanuuhum yukhsiruun; ala yadhunnu ulaaika annahummab’utsun; liyawmin a’dhim; yaumayaquumunnaasu lirabbil a’lamin” (QS. Al Muthaffifiin : 1-5). Allah Swt berfirman : Celakalah orang yang berbuat dhalim dalam timbangan perdagangannya (Qs. Al-Muthaffifiin : 1). Kalau mereka yang belanja, mereka meminta timbangan itu seadil – adilnya, jangan sampai ada berat yang sampai mendhalimi. Jika mereka sendiri yang menjual maka mereka mengurangi timbangannya (Qs. Al-Muthaffifiin : 2), celakalah mereka, kata Allah Swt. Apakah mereka tidak mengira bahwa kelak akan berdiri di satu hari yang sangat dahsyat (Qs. Al-Muthaffifiin : 4-5). Hari yang sangat agung, hari dimana Allah Swt menjadikan manusia itu berdiri satu persatu menghadap-Nya, disaat itu betapa meruginya para pedagang yang berbuat dhalim. Kalau mendhalimi timbangan saja seperti itu, bagaimana mendhalimi penjual dengan penipuan.

Image

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Rasul saw menuntun kita kepada seindah – indah tuntunan, kepada semulia – mulia bimbingan dan inilah bimbingan Nabi kita Muhammad Saw. Dan Rasul saw sebaik – baik orang yang beramal. Ketika beliau saw meminjam kepada orang lain, mestilah beliau saw sendiri yang mengembalikannya atau dengan sebaik – baik cara. Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, bagaimana Rasul saw meminjam uang kepada seorang yahudi (seorang yang diluar Islam) maka orang yahudi itu, padahal sudah tahu bahwa Rasulullah saw itu adalah orang yang amanah masih meminta jaminan dan Rasulullah saw memberikan jaminan baju besinya. Untuk apa uang itu, untuk menjamu tamunya. Demikian indahnya budi pekerti Sayyidina Muhammad Saw.

Dan beliau saw adalah yang paling sempurna akhlaknya. Sehingga diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika beliau saw berjalan menemukan sebutir kurma yang terjatuh di tanah, seraya mengambilnya dan berkata “lawla antakuna shadaqah la..” kalau bukan takut karena ini kurma shadaqah (karena shadaqah tidak boleh dimakan oleh Rasul saw, namun boleh oleh muslimin lainnya) aku akan memakannya, kata Sang Nabi saw. Dari menghargai rezki yang ada di muka bumi yang asal muasalnya dari Allah. Ini hukumnya luqatah (barang temuan yang tidak berharga). Jadi kalau kita menemukan barang yang tidak ada harganya boleh diambil, tapi kalau barang yang berharga tidak boleh diambil dan waktu penantiannya adalah 1 tahun kalau barang itu barang berharga. Diambil, dipegang saja, dicari orang yang memilikinya atau diumumkan selama 1 tahun. Kalau 1 tahun tidak datang juga pemiliknya, boleh dipakai tapi kalau pemiliknya datang harus dikembalikan atau diganti dengan uang. Demikian hadirin – hadirat, barang temuan.

Ini kita keluar dari pembicaraan ini sudah sangat banyak laporan bahwa para pencopet selalu ikut hadir di majelis ini. Subhanallah!! Orang datang untuk niat berbuat baik dan kau (pencopet) datang untuk mendhalimi orang yang berbuat baik. Tidak terfikir di hati saya, di majelis mulia seperti ini ada orang yang datang dengan niat sengaja untuk mendhalimi dan berbuat jahat kepada orang – orang yang datang kepada keridhaan Allah Swt. Tidak terbayangkan dendamnya Allah di kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Semoga Allah melimpahkan kepada mereka hidayah, tidak terbayangkan kemarahan Allah dan kemurkaan-Nya terhadap mereka yang mendhalimi para tamu-Nya. Orang datang mengaji dan pulang tidak membawa handphone lagi, handphonenya lenyap karena sudah ada orang – orang tertentu yang ingin mengambil handphonenya. Subhanallah, tobatlah!! Wahai engkau yang berniat berbuat jahat di majelis ini karena bala dan musibah akan datang padamu, kemiskinan, kehancuran di dunia dan di akhirat. Semoga Allah memberikan kepada mereka hidayah.

Image

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Demikian Sang Nabi saw bersabda diriwayatkan didalam Shahih Bukhari. Rasul saw bersabda “akan datang satu masa kepada manusia ini dimana ia tidak perduli lagi apa – apa yang masuk kepadanya, Apakah dari hal yang halal atau dari hal yang haram”. Ia sudah tidak mau lagi bedakan, mana itu halal mana itu haram. Akan datang masa itu, kata Nabi Saw. Dan masa itu telah datang kepada kita.

Hadirin – hadirat, inilah masa pembenahan bagi kita, inilah pemuda kita dan majelis kita yang selama ini Allah Swt memberikan Inayah selalu semoga kepada kita untuk semakin memakmurkan majelis – majelis kita, majelis – majelis mulia ini. Semoga Allah Swt semakin memakmurkannya, Amin Allahumma Amin. Dan menjadikan orang – orang yang hadir ini dalam kemakmuran dunia dan akhirat.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika bagaimana indahnya Sang Nabi saw memberikan tarbiyah kepada para sahabat dengan seindah – indahnya tuntunan. Abdullah bin Amr bin Ash alaihimaa ridhwanallah, sampai kabar kepada Sang Nabi saw bahwa Abdullah bin Amr bin Ash ini sepanjang malam shalat malam sambil membaca Alqur’an. Siang hari puasa, tiap hari ia lakukan seperti itu. Maka Rasul saw memanggilnya “apakah engkau betul (shalat sepanjang malam) di malam hari berapa banyak kau membaca Alqur’an?” ia berkata “aku khatam Alqur’an setiap malamnya, wahai Rasulullah”. “Lalu siang hari?”, “siang hari aku puasa setiap harinya wahai Rasulullah”. Rasul saw berkata “jangan kau perbuat!, bacalah Alqur’an 1 bulan sekali khatam (1 hari = 1 juz)” itu yang terbaik dan yang sunnah untuk kita. Orang – orang yang mempunyai kesibukkan dan lainnya disunnahkan untuk membaca 1 juz 1 hari bila mampu. Rasul saw mengajarinya, 1 bulan 1X khatam dan berpuasalah 3 hari setiap bulannya. Maka Abdullah bin Amr bin Ash berkata “Wahai Rasulullah, aku mampu lebih dari itu wahai Rasulullah”. Maka Rasul saw terlihat wajahnya berubah, sudah diberi saran malah didebat saran Sang Nabi saw. Maka Rasul saw berkata “kalau begitu 1 minggu 3 hari puasanya”, ia menjawab “ya Rasulllah aku bisa lebih dari itu”. Terus ia meminta dan meminta, sampai akhirnya Rasul saw berkata “kalau begitu 1 hari puasa 1 hari tidak, yaitu puasa Nabi Daud as, dan tidak ada yang lebih dari itu”. Maksudanya Rasul saw tidak memberi izin untuk puasa lebih dari puasa Nabiyullah Daud as yaitu sehari puasa sehari tidak puasa, besoknya puasa besoknya tidak puasa. Itu sudah puasa yang terbanyak bagi umat Nabi Muhammad Saw.

Image

Sampai tak lama kemudian Rasul saw wafat dan sampai khilafah dan sampai Abdullah bin Amr bin Ash meriwayatkan hadits ini jauh setelah wafatnya Sang Nabi saw. Ia berkata “coba kalau aku terima saran Sang Nabi saw itu dari awal, jangan sampai tidak, apa artinya ibadahku yang sedemikian banyak kalau seandainya ibadahku itu menyinggung perasaan Rasulullah Saw”. Coba kalau dari awal aku terima saran Sang Nabi saw sehingga Sang Nabi saw gembira kepadaku, sehingga Sang Nabi saw menyayangiku karena menerima wasiatnya saw, coba itu maka jauh lebih berharga daripada ibadahku, yang ibadah – ibadah sunnahnya saw. Walau ia berjuang dengan puasa Nabiyullah Daud nya atau berjuang dengan amalan ibadah lainnya, belum tentu ia menemukan kesempatan menggembirakan hati Sang Nabi Muhammad Saw.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat dan Keberkahan dalam perkumpulan ini, saya tidak berpanjang lebar menyampaikan tausiyah, mengingat Al Habib Aththas bin Muhammad bin Salim bin Hafidh semoga limpahan Rahmat dan Keberkahan kepada beliau. Saya juga tidak pantas berbicara disini menyampaikan tausiyah di hadapan beliau, akan tetapi karena perintah beliau dan kecintaan pada Nabi saw. Semoga Allah Swt mengangkat derajat kita setinggi – tingginya, semoga Allah memuliakan hari – hari kita, mengangkat derajat kita, menyingkirkan segala kesulitan kita dan menjauhkan kita dari musuh – musuh kita. Rabbiy lindungi kami dari segala kemunkaran, Rabbiy lindungi kami dari segala dosa, Rabbiy lindungi kami dari segala kesulitan, Rabbiy lindungi kami dari segala musibah, Rabbiy lindungi kami dari segala kejahatan, Rabbiy lindungi kami dari segala kemungkaran, Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal ikram, Wahai Yang Maha Berhak dicintai, Wahai Yang Maha Suci, Wahai Yang Maha Luhur, Wahai Yang Maha Mengangkat keinginan untuk berbuat keji, angkat keinginan dari sanubari kami segala sifat yang hina, segala keinginan yang Kau murkai dan gantikan dengan hal – hal yang Kau ridhai.

Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Ya Allah, Ya Allah..Ya Allah..

Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Laillahailallah Laillahailallah Laillahailallah Muhammadurrasulullah

Image

Kita lanjutkan acara kita dengan pembacaan doa bersama dalam qasidah Ya Arhamar Rahimin dan setelah itu doa penutup oleh yang kita muliakan dan kita cintai Ayahanda kita Fadhilatul Sayyid Al Habib Aththas bin Muhammad bin Salim bin Hafidh, semoga dilimphai Rahmat dan Keberkahan oleh Allah SWT.

Selasa, 26 Mei 2009

BATSHUL MASA'IL 4

Klaim Kemawdhu'an Hadits Cetak E-mail
Ditulis oleh (PCNU jember) 2007
Deskripsi masalah :
Pada kitab kuning berbagai disiplin ilmu agama islam lazim menyertakan hadits yang setelah banyak dilakukan kaji ulang terkait kritik riwayat tersimpulkan bahwa unit hadits tertentu berstatus mawdhu' (palsu). Hasil analisis itu bertaraf subyektif, sebagian mengikuti kaidah naqdu al-hadis yang baku/umum dipedomani, dan sebagian yang lain mengundang polemik karena menerapkan instrument pengujian yang controversial. Contoh praktisnya al-hafidz Zaynuddin al-iraqi mengklaim 9 unit hadis mawdhu' dalam musnad Ahmad Bin Chanbal, sedang Ibnu al-jauziy menuduh palsu 29 unit hadis pada musnad ahmad, 30 unit pada sunan Ibnu Majah, dan 60 unit pada Mustadrak Imam Al-Hakim. Demikian pula kritikus hadis Nashiruddin Al-Albani dan lain-lain. Tuduhan palsu terhadap hadis-hadis yang dikoleksi oleh ahlinya sering menuai counter kritik, seperti dilakukan oleh jalaluddin al-sayuthi dalam kitab Al-La'ali'u al-Mashnu'ah fa al-Ahadits al- Mawdhu'ah
Pertanyaan :
a. Apakah klaim kemawdhu'an atas unit-unit hadis harus dipercaya ?
Jawaban :
Tidak harus dipercaya / diterima karena :
1. Orang-orang yang memawdlu'kan Hadits belum mencapai criteria orang yang mampu memawdlu'kan hadits.
2. Ulama mutaakhirin tidak mungkin mampu mentaschih menghasankan sebuah hadits menurut Imam Ibnu Sholah.
3. Hadits yang dimawdlu'kan telah dinyatakan tidak mawdlu' oleh Ulama-ulama yang lebih 'Alim dalam bidang Hadits termasuk Imam Suyuti, Ibnu Hajar Al Asqalani, dan lain-lain. Sedangkan menurut Imam Nawawi dan Imam Suyuthi berpendapat, mungkin-mungkin saja selama punya keahlian.

1. حاشية لفظ الدرر بشرح متن تحبة الفكر ص 45

تنبيهان : الأول ذهب ابن الصلاح إلى أنه لا يمكن تصحيح ولا تحسين ولا تضعيف فى الأعصر المتأخرة حتى فى عصره وذهب النووى إلى أن التصحيح ممكن. الثانى الحكم بالصحة أو الحسن أو الضعف إنما هو ظاهرى لا قطعى لجواز الخطاء والنسيان على العدل وجواز الصدق على غيره واختار ابن الصلاح القطع بصحته

2. تترية الشريعة المرفوعة ج 1 ص 7

وأما من لم يصل إلى هذه المرتبة فكيف يقضى بعدم وجدانه للحديث بأنه موضوع وهذا مما يأباه تصرفهم اهـ

3. منهج ذوى النظر شرح منظومة علم الأثر للشيخ محمد محفوظ بن عبد الله الترمسى ص 71

(ولا تضعف) أى لا تجزم بضعف الحديث (مطلقا) أى على سبيل الإطلاق كأن تقول إنه ضعيف المتن أو ضعيف بمجرد ذلك الإسناد (مالم تجد تضعيفه) أى الحديث (مصرحا) به (عن) إمام (مجتهد) فى نقد الحديث فيتوقف جوار ذلك على حكم إمام من أئمة الحديث بأنه لم يرو بإسناد يثبت به أو بأنه ضعيف أو نحو هذا مفسرا وجه القدح فيه

4. منهل اللطيف فى أصول الحديث الشريف ص 152

وقد تعقب ابن حجر كتاب ابن الجوزى فوجد هذا الحديث الذى فى مسلم ووجد أربعة وعشرين حديثا من المسند أوردها ابن الجوزى فى كتابه على أنها موضوعات فرد عليه ابن حجر وبين غلظ ابن حجر فى نتاب خاص سماه (بالقول المسند فى الذب عن المسند) ثم جاء السيوطى فتعقب ابن الجوزى واستخرج من كتابه (الموضوعات) أحاديث كثيرة تزيد على مائة موجودة فى السنن الأربعة لا تستحق الوصف بالوضع وجمع ذلك فى مصنف خاص سماه (القول الحسن فى الذب عن السنن) أى السنن الأربعة (للترمذى والنسائى وأبى داود وابن ماجه) ثم صنف السيوطى كتابا خاصا شاملا فى الموضوع سماه (اللآلئ المصنوعة) لخص فيه كتاب ابن الجوزى وتعقبه فى كل حديث يحتاج إلى مراجعة ثم اتفرد السيوطى ما تعقب فيه ابن الجوزى فى (النكت البديعات) واختصره فى (التعقبات) ويبلغ ما تعقبه ثلاثمائة حديث ونيف.


b. Adakah sarana keilmuan untuk dijadikan dasar menerima atau menolak klaim kemawdhu'an terhadap unit hadis tertentu ?
Jawaban :
Ada. Yaitu sarana keilmuan klarifikasi kemawdlu'an Hadits, yang antara lain :
1. Kitab-kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits mawdlu' namun juga harus dicross dengan kitab serupa yang disusun oleh Ulama lain.
2. Mengacu pada kaedah kritik hadits seperti termuat dalam kitab "Ilmu Naqdi Al-Hadits" (bukan Ilmu Mushtholahul Hadits) contoh الموضوعات dan النكت البديعات .dan kitab mu'tabar yang lain.
Kemawdlu'an Hadits dapat diketahui dengan :
1. Pengakuan yang meletakkan Hadits atas kemawdlu'an hadits dengan jelas.
2. Lafadz-lafadz hadits tidak sesuai dengan ilmu Gramatika Arab sehingga tidak layak keluar dari orang yang fasih dalam bahasa apalagi dari Nabi.
3. Ma'nanya tidak pas menurut aqal dengan Ma'lum Dlaruri dan tidak mungkin di ta'wil.
4. Tidak pas dengan realita yang ada.
5. Bertentangan dengan Al-Quran atau Hadits Mutawatir.
6. Mengandung ancaman yang sangat besar atas sesuatu yang sangat ringan atau janji yang besar terhadap pengamalan yang sederhana.
Namun qarinah-qarinah di atas tidak berlaku pada Hadits-hadits yang sudah ditetapkan keshohihan atau kehasanannya oleh Imam-Imam Hadits.

1. تدريب الراوى ج 1 ص 274 تأليف عبد الرحمن بن أبى بكر السيوطى

ويعرف الوضع للحديث بإقرار واضعه أنه وضعه كحديث فضائل القرأن

2. تدريب الراوى ج 1 ص 276 تأليف عبد الرحمن بن أبى بكر السيوطى

عن ابى بكر بن الطيب أن من جملة دلائل الوضع أن يكون مخالفا للعقل بحيث لا يقبل التأويل ويلتحق به ما يدفعه الحس والمشاهدة أو يكون منافيا لدلالة الكتاب القطعية أو السنة المتواترة أو الإجماع القطعى

3. تدريب الراوى ج 1 ص 277 تأليف عبد الرحمن بن أبى بكر السيوطى

وفى جمع الجوامع لابن السبكى أخذا من المحصول وغيره كل خبر أوهم باطلا ولم يقبل التأويل فمكذوب

4. تدريب الراوى ج 1 ص 276 تأليف عبد الرحمن بن أبى بكر السيوطى

ومنها الإفراط بالوعيد الشديد على الأمر الصغير أو الوعد العظيم على الفعل الحقير وهذا كثير في حديث القصاص

5. تيسير مصطلح الحديث ص 147 - 150

هل يقبل الجرح والتعديل من غير بيان ؟

أ. أما التعديل فيقبل من غير ذكر سببه على الصحيح المشهور لأن اسبابه كثيرة يصعب حصرها إذ يحتاج المعدل أن يقول مثلا لم يفعل كذا ويفعل كذا وهكذا......

ب‌. أما الجرح فلا يقبل الا مفسرا لأنه لا يصعب ذكره ولأن الناس يختلفون في اسباب الجرح فقد يجرح احدهم بما ليس بجارح, قال ابن الصلاح وهذا ظاهر مقرر فى الفقه وأصوله وذكر الخطيب الحافظ أنه مذهب الأئمة من حفاظ الحديث ونقاده مثل البخارى ومسلم وغيرهما ولذلك احتج البخارى بجماعة سبق من غيره الجرح لهم كعكرمة وعمرو بن مرزوق واحتج مسلم بسويد بن سعيد وجماعة اشتهر الطعن فيهم وهكذا فعل أبو داود وذلك دال على أنهم ذهبوا إلى أن الجرح لا يثبت إلا إذا فسر سببه

6. منهل اللطيف فى أصول الحديث الشريف ص 151

قواعد يتميز بها الحديث الموضوع

يعرف وضع الحديث بأمور :

1. إقرار وضعه صريحا

2. ركاكة الفاظ الحديث بحيث يعرف العارف باللسان ان ذلك الكلام لا يصدر عن فصيح اللسان فضلا عن النبى صلى الله عليه وسلم قال ابن دقيق العيد : كيثرا ما يحكمون بذلك باعتبار أمور ترجع إلى المروى وحاصله انهم لكثرة ممارستهم لالفاظ الحديث حصلت لهم هيئة نفسانية يعرفون بها ما يجوز ان يكون من الفاظ النبى صلى الله عليه وسلم وما لا يجوز ان يكون منها

3. ركاكة المعنى وان لم يكن اللفظ ركيكا كأن يكون معناه مخالفا للعقل ضرورة واستدلالا ولا يمكن تأويله أصلا كالأخبار عن الجمع بين الضدين أو نفى الصانع أو قدم العالم وذلك لأنه لا يجوز ورود الشرع بخلاف مقتضى العقل ولهذا قال ابن الجوزى كل حديث رأيته تخالفه العقول وتناقضه الاصول فاعلم انه موضوع

c. Apabila materi kisah atau bahan mau'idhoh yang terkemas sebagai hadis masuk kategori dha'if dan belum tentu mawdhu'nya, bolehkah untuk melengkapi referensi khutbah atau ceramah keagamaan ?
Jawaban :
Boleh tapi bersyarat antara lain :
1. Tidak terlalu dlo'if.
2. Tidak bertentangan dengan Syar'i.
3. Mengamalkan untuk berhati-hati di dalam agama.
4. Menambah keutamaan amal (perbuatan).
5. Memiliki beragam targhib wat tarhib dan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan hukum dan akidah.

1. إبانة الأحكام شرح بلوغ المرام ج 1 ص 14

والصحيح والحسن مقبولان , والضعيف مردود فلا يحتج به إلا فضائل الأعمال بشرط ألا يشتد ضعفه وأن يدخل تحت أصل شرعى وأن لا يعتقد عند العمل به ثبوته بل يراد بالعمل به الاحتياط فى الدين

2. مقدمة ابن الصلاح الجزء الأول ص: 19

فصل. قد وفينا بما سبق الوعد بشرحه من الأنواع الضعيفة والحمد لله، فلننبه الآن على أمور مهمة: أحدها: إذا رأيت حديثاً بإسناد ضعيف، فلك أن تقول هذا ضعيف، وتعني أنه بذلك الإسناد ضعيف. وليس لك أن تقول هذا ضعيف، وتعني به ضعف متن الحديث، بناء على مجرد ضعف ذلك الإسناد، فقد يكون مروياً بإسناد آخر صحيح يثبت بمثله الحديث. بل يتوقف جواز ذلك على حكم إمام من أئمة الحديث بأنه لم يرو بإسناد يثبت به أوأنه حديث ضعيف أونحو هذا مفسراً وجه القدح فيه. فإن أطلق ولم يفسر، ففيه كلام يأتي إن شاء الله تعالى، فاعلم ذلك فإنه مما يغلط فيه، والله أعلم. الثاني: يجوز عند أهل الحديث وغيرهم التساهل في الأسانيد، ورواية ما سوى الموضوع من أنواع الأحاديث الضعيفة، من غير الحلال والحرام وغيرهما. وذلك كالمواعظ والقصص وفضائل الأعمال وسائئر فنون الترغيب والترهيب، وسائر ما لا تعلق له بالأحكام والعقائد. ومن روينا عنه التنصيص على التساهل في نحو ذلك: عبد الرحن بن مهدي ظن وأحمد بن حنبل، رضي الله عنهما. الثالث: إذا أردت رواية الحديث الضعيف نقلا تقول فيه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كذا و كذا، وما أشبه هذا من الالفاظ الجازمة بأنه صلى الله عليه وسلم قال ذلك. إنما تقول روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم كذا وكذا, أوبلغنا عنه كذا وكذا، أوجاء عنه أو روى بعضهم وما أشبه ذلك. وهكذا الحكم فيما تشك في صحته وضعفه، وانما تقول " قال رسول صلى الله عليه وسلم " فيما ظهر لك صحتة بطريقه الذى أوضحنا أولاً، والله اعلم.

BATSHUL MASA'IL 3

Cetak E-mail
Ditulis oleh NU Jatim 2006

Apakah kecenderungan umum perletakan istilah jihad dalam ungkapan Al-Qur'an dan Hadis Nabawiy ?

Jawaban no. 1

Pengertian jihad menurut bahasa : mencurahkan segala kemampuan guna mencapai tujuan apapun.

Menurut istilah syari'at Islam : mencurahkan segala kemampuan dalam upaya menegakkan masyarakat Islami dan agar kalimat Allah (kalimah tauhid dan dinul Islam) menjadi mulia, serta agar syari'at Allah dapat dilaksanakan di seluruh penjuru dunia.

Adapun istilah jihad dalam pengertian perang melawan kaum kuffar baru diperintahkan oleh Allah sesudah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, sementara perintah jihad pada ayat-ayat makkiyah tertuju pada selain perang.

Ibarat :

الـفـقــه الـمـنـهـجـي عــلــى مــذهــب الإمــام الـشــافــعـي مجلد : 3 ص : 475، ف : دكتور مصطفى الخن, دكتور مصطفى البغا, على الشريجى , ط : دار القلم, دار الشامية دمشق, 1416 – 1996 وعبارته :

معــنى الـجــهــاد :

الـجِـهَــادُ فِي اللّـُغَــةِ مَــصْــدَرُ جَــاهَـــدَ، اَيْ بَـــذَلَ جُــهْــدًا فِي سَـبِــيْـلِ الْــوُصُــوْلِ إِلىَ غَـايَــةٍ مَـا.

وَالْـجِـهَـادُ فِي اصْـطِــلاَحِ الـشَّــرِيْــعَــةِ ألإِسْــلاَمِـيَّــةِ : بَــذْلُ الْــجُــهْــدِ فِـي سَــبِـيْـلِ إِقـَـامَــةِ الْـمُـجْـتـَمَــعِ الإِْسْــلاَمِـيِّ ، وَأَنْ تـَـكُــوْنَ كـَـلِــمَـةُ اللهِ هِــيَ الْـعُـلْـيَـا ، وَأَنْ تـَـسْــوَدَّ شَــرِيـْـعَــةُ اللهِ فِىالْــعَـالَــمِ كُــلِّــهِ .


Terjemah :

Kata jihad yang merupakan bentu masdar dari kata kerja jaa-ha-da dalam pengertian bahasa adalah mencurahkan kesungguhan dalam mencapai tujuan apapun.

Kata jihad dalam istilah syariat Islam adalah mencurahkan kesungguhan dalam upaya menegakkan masyarakat yang Islami danm agar kalimah Allah (ajaran tauhid dinul Islam) menjadi mulia serta syari’at Allah dapat dilaksanakan diseluruh penjuru dunia.

الـــفــقــه الإســلامـي و أدلــتـــه ، ج : 8 ، ص : 5846 وعبارته :

وَأَنْـسَـبُ تـَـعْــرِيـْـفٍ لِلْـجِــهَــادِ شَــرْعـًـا أَنـَّـــهُ بَــذْلُ الْــوُسْــعِ وَالـَّطـاقـَـةِ فِـي قـَـتـْـلِ الْـكُــفَّــارِ وَمُــدَ ا فـَعَتِـهِــمْ بِـِالـنَّـفْــسِ وَالْـمَـالِ وَاللِّـسَــانِ

Terjemah :

Batasan jihad yang paling sesuai menurut istilah syari’at Islam mencurahkan kemampuan dan kekuatan guna memerangi dan menghadapi orang-orang kafir dengan jiwa, harta dan orasi.

تفسير القرطبي ج: 3 ص: 38 ف : محمد بت أحمد بت أبى بكر بن فرح القرطبى ابو عبد الله ط : دار الشعب قاهرة 1372

وَلَمْ يُؤْذَنْ لِلنَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقِتَالِ مُدَّةَ إِقـَامَتِهِ بِمَكَّةَ فَلَمَّا هَاجَرَ أُذِنَ لَهُ فِي قِتـَالِ مَنْ يُقَاتِلُهُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى أُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوْا ثُمَّ أُذِنَ لَهُ فِي قِتَالِ الْمُشْرِكِيْنَ عَامَّةً

Terjemah :

Nabi Muhammad saw tidak diizinkan berperang selama beliau menetap tinggal di Makkah, lalu ketika beliau berhijrah barulah diizinkan memerangi (melawan) orang-orang musyrik yang (memulai) memerangi beliau. Allah berfirma (artinya) : “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, sebab sesungguhnya mereka itu dianiaya” (al Hajj : 39). Kemudian Allah swt memberi izin kepada Nabi saw memerangi orang-orang musyrik secara umum.

أحكام القرآن للشافعي ج: 2 ص: 13- 14 ف : محمد بن ادريس الشافعى ابو عبد الله ط : دارالكتب العلمية بيروت 1400

قال الشافعي رحمه الله فأذن لهم بأحد الجهادين بالهجرة قبل أن يؤذن لهم بأن يبتدئوا مشركا بقتال ثم أذن لهم بأن يبتدئوا المشركين بقتال قال الله عز وجل أذن للذين يقاتلون بأنهم ظلموا وإن الله على نصرهم لقدير وأباح لهم القتال بمعنى أبانه في كتابه فقال وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا

Terjemah :

Imam Syafi’i ra berkata : Allah memberi izin kepada umat Islam dengan salah satu dua jihad yaitu hijrah sebelum mengizini umat Islam memulai perang melawan orang musyrik, kemudian Allah memberi izin memulai berperang melawan orang-orang musyrik. Allah berfirma (artinya) : “Di izinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, sebab sesungguhnya mereka itu dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar menolong mereka”. Kemudian Allah memperbolehkan umat berperang dengan arti Allah menerangkan dalam kitabNya seraya berfirman (artinya) : ”Berperanglah kalian dijalan Allah melawan orang-orang yang memerangi kalian dan jangan melampaui batas”.


الـفـقــه الـمـنـهـجـي عــلــى مــذهــب الإمــام الـشــافــعـي مجلد : 3 ص : 119، ف : دكتور مصطفى الخن, دكتور مصطفى البغا, على الشريجى , ط : دار القلم, دار الشامية دمشق, 1416 – 1996 وعبارته :

اقام رسول الله فى مكة ثلاثة عشر عاما يدعو الى الله سلما لايقابل العدوان بمثله فلما هاجر عليه الصلاة والسلام الى المدينة شرع الله المرحلة الاولى من مراحل الجهاد وهي التصدى لرد عدوان المعتد ين اي القتال الدفاعى ونزل في تشريع ذلك قوله تعالى أذن للذين يقاتلون بأنهم ظلموا – الاية (الحج : 39) وقوله تعالى وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا – (البقرة : 190) ثم شرع الله تبارك وتعالى لنبيه جهاد المشركين ابتداء بالقتال ثم شرع الله تعالى بعد ذلك القتال جهادا من غير تقيد بشرط زمان ولامكان

Terjemah :

Rasulullah saw tinggal di Makkah selama 13 tahun berda’wah secara damai dan tidak membalas permusuhan dengan sesamanya. Lalu ketika beliau berhijrah ke Madinah barulah Allah mensyariatkan tahapan pertama dari tahapan-tahapan jihad yaitu mengadakanperlawanan guna menangkal serang musuh yang menyerbu. Firman Allah tentang perang ini adalah (artinya) : “Di izinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, sebab sesungguhnya mereka itu dianiaya”.(al Hajj : 39) ”Berperanglah kalian dijalan Allah melawan orang-orang yang memerangi kalian dan jangan melampaui batas”.(al Baqarah :190) Kemudian Allah swt mensyariatkan berjihad melawan orang-orang musyrik dengan memulai penyerbuan, kemudian sesudah itu Allah mensyariatkan berjihad tanpa terikat oleh syarat masa dan tempat.

(2) Apa amaliyah nyata sebagai media mengekspresikan jihad bagi individu dan kelompok muslim ?

Jawaban no. 2

Berdasarkan pengertian jihad diatas, maka amaliyah nyata yang dapat mengekpresikan tuntutan berjihad adalah :

 Menunjukkan masyarakat kepada ajaran tauhid dan ajaran Islam, melalui penyelenggaraan pendidikan, diskusi, dan meluruskan pemikiran-pemikiran keagamaan yang dapat mengaburkan kemurnian aqidah umat Islam.

 Membelanjakan harta untuk menjamin stabibitas keamanan kaum muslimin dalam uapaya membangun masyarakat Islami yang kuat.

 Perang defensif (الـقــتــال الــد فــاعـي), yaitu berperang demi mempertahankan diri dari serangan musuh.

 Perang offensif (الــقــتــال الـهـجـــومـي), yaitu memulai peperangan melawan musuh.

 Mobilisasi perang secara umum ( حــالــة الـنــفــيــر الــعــا م)

Tiga bentuk jihad yang terakhir ini, jika memang situasi menuntutnya serta imam sudah menginstruksikan untuk berperang.

Ibarat :

الـــفــقــه الإســلامـي و أدلــتـــه ، ج : 8 ، ص : 5846 وعبارته :

فـَالْـجِـهَــادُ يَـكُــوْنُ بـِالـتَّـعْـلِـيْــمِ وَتـَـعَــلُّـــمِ أَحْــكـَـامِ الإِْسْــلاَمِ وَنَــشْــرِهـَـا بَـيْـنَ الــنَّــاسِ وَبِـبَــذْلِ الْــمَـالِ وَبـِالْـمُـشَــارَكـَـةِ فِـي قِــتـَـالِ الأَعْـــدَاءِ إِذَا أَعْــلَــنَ الإِمَــامُ الْـجِـهَــادَ ، لِـقـَـوْلـِـهِ تـَـعـَـالَـى : " جـَـاهِــدُوا الْـمُـشْــرِكِـيْــنَ بِـأَمْــوَالِــكُــمْ وَ اَنْـفُـسِــكُــمْ وَأَلْـسِــنَــتِــكُـــمْ " .


Terjemah :

Jadi jihad bisa dilakukan dengan cara mengajar, mempelajari hukum-hukum Islam dan menyebarluaskannya, membelanjakan harta dan berpartisipasi berperang menghadapi musuh apabila imam / pimpinan telah meninstruksikan jihad (perang), karena berdasar firman Allah swt (artinya) : “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lesan kalian”.

الـفـقــه الـمـنـهـجـي عــلــى مــذهــب الإمــام الـشــافــعـي مجلد : 3 ص : 475، ف : دكتور مصطفى الخن, دكتور مصطفى البغا, على الشريجى , ط : دار القلم, دار الشامية دمشق, 1416 – 1996 وعبارته :

مِنَ الــتـَّـعْــرِيْــفِ الَّـذِيْ ذَكـَـرْنـَـاهُ لِلْـجِـهَــادِ ، يـَـتـَّضِـحُ أَنَّ الْـجِـهَــادَ أَنْــوَاعٌ مِــنْــهَـا :

 الـْـجِــهـَـادُ بِالـتـَّعْـلِــيْـمِ، وَنـَـشْــرِ الْــوَعْــيِ ألإِسْــلاَمِـيِّ ، وَرَدِّ الـشُّـبَـهِ الْـفِــكْــرِيـَّـةِ الـَّتـِي تـَعْـتـَـرِضُ سَـبِـيْـلَ الإِيْـمـَـانِ بِــهِ ، وَتـَـفـَهُّــمَ حَــقـَـائِــقِــهِ .

 الْـجِـهـَـادُ بِـبَـــذْلِ الْـمَــالِ لِــتـَـأْمِــيْــنِ مَـا يَـحْـتـَـاجُ إِلـَـيْــهِ الْـمُـسْـلِـمُــوْنَ فِي إِقـَـامَــةِ مُـجْـتـَـمَـعِــهِــمُ الإِسـْـلاَمِـيِّ الْـمَـنْـشُــوْدِ .

 الْـقِــتـَـالُ الــدِّفـَـاعِـيُّ : وَهـُــوَ الـَّـذِيْ يَـتـَـصَــدَّى بـِـهِ الْـمُـسْـلِـمُــوْنَ لِـمَــنْ يُــرِيـْـدُ أَنْ يَــنـَـالَ مِــنْ شَــأْنِ الْـمُـسْـلِـمِـيْـنَ فِـي دِيْــنِــهِــمْ .

 الْــقِــتـَـالُ الْـهُـجُـــوْمِـيِّ : وَهُــوَ الـَّـذِيْ يـَـبْــدَؤُهُ الْـمُـسْـلِـمُــوْنَ عِــنْــدَ مـَا يَـتـَجَــهَّـــوْنَ بِـالــدَّعْــوَةِ الإِسْــلاَمِــيَّــةِ إِلَـى الأُمَـــمِ ألأُخْــرَى فِي بـِــلاَدِهـَـا ، فَـيَــصُــدُّهُــمْ حُــكـَّـامُــهـَـا عـَــنْ أَنْ يُـبَـلِّــغُـــوْا بِـكـَلِـمَـةِ الْــحَــقِّ سَــمْــعَ الـنـَّـاسِ .

 حَــالـَـةُ الـنَّــفِــيْــرِ الْــعـَـامِّ وَذَلِــكَ عِــنْــدَ مـَا يَــقـْـتـَـحِــمُ أَعْــدَاءُ الْـمُـسْلِـمِـيْـنَ دِيـَـارَهـُــمْ مُــعْــتـَـدِّيـْـنَ بِــذَلِــكَ عَـــلـَى دِيـْـنِــهِــمْ وَاَرْضِـــهِـــمْ وَحُــرِيـَّـةِ إِعْــتِـــقـَـادِهـِــمْ

Terjemah :

Dari definisi yang telah kami tuturkan tentang jihad telah jelas bahwa jihad itu bermacam-macam, diantaranya :

 Jihad dengan menyelenggarakan pendidikan, menyebarluaskan persatuan Islam, menangkal pemikiran-pemikiran mengkaburkan yang dapat menghalangi jalan menuju iman dan memehami hakikat iman.

 Jihad dengan dengan membelanjakan harta guna memenuhi keperluan umat Islam dalam menegakkan masyarakat Islam yang dicita-citakan.

 Peperangan pertahanan, yaitu peperangan yang dilakukan kaum muslimin guna menghadapi musuh yang ingin mendapatkan urusan kaum muslimin dalam bidang agamanya.

 Peperangan penyerangan, yaitu peperangan yang dimulai oleh pihak kaum muslimin ketika mereka menyampaikan da’wah Islamkepada umat lain dinegaranya lalu hakim-hakim negara itu menghalangi umat Islam dari penyampaian kalimah yang benar ke telingan para manusia.

 Peperangan umum, yaitu ketika musuh-musuh Islam telah memasuki daerah-daerah umat Islam dengan melancarkan serbuan kepada agama, bumi dan kemerdekaan berkeyakinan.

(3) Bagaimana hukum berjihad di NKRI yang telah merdeka dan berdaulat ?

Jawaban no. 3

Dengan mencermati jawaban no 2 diatas, maka hukum berjihad dalam NKRI adalah wajib hukumnya lebih-lebih menghadapi kelompok terorganisir yang melawan pemerintah yang sah (bughat), atau yang ingin mendirikan negara dalam negara atau kelompok yang memisahkan diri dari NKRI (sparatis), atau mereka yang melakukan tindakan kejahatan terhadap agama atau pihak negara lain yang ingin menguasai sebagian wilayah atau kekayaan alam negara kita.

Ibarat :

الفقه الاسلامى وادلته : مجلد 8 ص : 5850 , ت : الدكتور وحبة الزحيلى

فَالْجِهَادُ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَمَعْنَاهُ اَنَّهُ يُفْتـَرَضُ عَلىَ جَمِيْعِ مَنْ هُوَ اَهْلُ الْجِهَا دِ لَكِنْ اِذَا قـَامَ بِهِ الْبَعْضُ سَقـَطَ عَنِ الْبَاقِيْنَ

Terjemah :

Jihad hukumnya fardlu kifayah, maksudnya jihad diwajibkan atas semua orang yang layak untuk berjihad. Tetapi jika sudah ada sebagian yang melaksanakannya maka gugurlah kewajiban itu dari yang lain.

كشاف القناع ج: 3 ص: 34

وَمِنْ فُرُوْضِ الْكَفَايَاتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ

Terjemah :

Diantara fardlu kifayah yaitu memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran.

بــيــان حــقــوق ولاة الأمــور عــلـى الأمــة بــالأدلــة مــن الــكــتــاب والـسـنــة، ص : 23 ، مـا نــصــه :

وَلاَ يَـجُــوْزُ الْــخُــرُوْجُ عَــلَـى وُلاَةِ الأُمُــوْرِ وَشَــقُّ الْـعَـصَــا إِلاَّ إِذَا وُجـِـدَ مِـنْـهُـــمْ كُــفْــرٌ بَــوَاحُ عِــنْـــدَ الْـخَــارِجِـيْــنَ عَــلَــيْــهِ

Terjemah :

Tidak diperbolehkan memberontak (makar) terhadap para penguasa dan memecah belah persatuan kecuali dijumpai dari mereka kekufuran yang jelas menurut pihak pemberontak.

مغني المحتاج ج: 4 ص: 123, ت : محمد الخطيب الشربينى ط : دار الفكر بيروت

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللهُ تـَعَالَى عَنْهُ أَخَذْتُ السِّيْرَةَ فِي قِتَالِ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي قِتَالِ الْمُرْتَدِّيْنَ مِنْ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ وَفِي قِتًالِ الْبُغَاةِ مِنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ

Terjemah :

Imam Syafi’i ra berkata : tindakan memerangi orang-orang musyrikdiambil dari Nabi saw, tindakan memerangi orang-orang murtad diambil dari Abu Bakar ra dan tindakan memerangi orang-orang yang memberontak diambil dari Ali ra.


قــرة الـعـيـــن للــعــلامــة الـشـيــخ مـحــمــد سـلـيـمــان الــكــردي الــمــدني الـشــافــعــي ، ص : 208-209، مــا نــصـــه :

اَلـَّـذِيْ يَــظْــهَــرُ لِلْـفَـقِــيْــرِ أَنَّــهُــمْ حَــيْــثُ دَخَــلُــوْا بَــلَــدَنـَـا لِلـتـِّـجـَـارَةِ مُـعْـتـَمِــدِيـْـنَ عَــلَـى الْـعَـادَةِ الْـمُـطَّــرِدَةِ مِــنْ مَــنْــعِ الـسُّــلْـطَـانِ مِــنْ ظُــلْـمِــهِــمْ وَأَخْـــذِ أَمْــوَالِــهِــمْ وَقـَـتـْـلِ نُــفُــوْسِــهِــمْ وَظَـنُّـــوْا أَنَّ ذَلِــكَ عَــقـْـدَ أَمَــانٍ صَــحِــيْــحٍ لاَ يـَـجُـــوْزُ إِغْــتِــيـَـالـُـهُــمْ ، بَــلْ يَــجِــبُ تـَـبْــلِــيْـغـُـهُـــمُ ألْـمَـأْمَــنَ ... لأَِنَّ الـسُّـلْـطَــانَ فِـيْــهَــا جـَــرَتْ عَـــادَتـُــهُ بِــالــذَّبِّ عَــنْــهُــمْ، وَهُـــوَ عَــيْــنُ الأَمـَـانِ .

Terjemah :

Apa yang tampak bagi al Faqir (Syekh Muhammad Sulaiman al Kurdi) bahwa mereka (orang-orang kafir) sekiranya memasuki negara kita (umat Islam) untuk berbisnis dengan berpedoman pada adat yang berlaku yaitu larangan pemerintah menganiaya mereka, merampas hartanya, membunuh jiwanya dan mereka menduga bahwa hal yang demikian itu merupakan bentuk jaminan keamanan yang sah, maka tidak diperbolehkan menyerang mereka bahkan wajin berupaya menciptakan rasa aman pada mereka …. Karena adat kebiasaan pemerintah sudah berlaku melindungi mereka dan itulah hakikat jaminan keamanan.

(4) Sarana (instrumen) apa yang efektif dalam jihad bagi WNI di dalam negeri sendiri ?

Jawaban no. 4

Mengingat tujuan utama berjihad adalah menunjukkan masyarakat dan mengajak mereka kepada ajaran tauhid dan syariat Islam, maka sarana (instrumen) jihad yang efektif antara lain melalui : berorasi, pendidikan, diskusi, karya tulis, politik, harta benda dan meluruskan aliran-aliran yang menyimpang. Apabila dengan cara-cara diatas tidak berhasil, maka barulah ditempuh dengan cara jihad fisik.

Ibarat :

مغنى المحتاج جز: 4 ص : 262 , ت : الشيخ محمد الخطيب الشربينى , ط : دار الفكر

وَوُجُوْبُ الْجِهَادِ وُجُوْبُ الْوَسَائِلِ لاَ الْمَقَاصِدِ اِذِ الْمَقْصُوْدُ بِالْقِتَالِ اِنَّمَا هُوَ الْهِدَايَةُ وَمَا سِوَاهَا مِنَ الشَّهادَةِ وَاَمَّا قَتْلُ الْكُفَّارِ فَلَيْسَ بِمَقْصُوْدٍ حَتىَّ لَوْ اَمْكَنَ الْهِدَايَةُ بِاِقَامَةِ الدَّلِيْلِ بِغَيْرِ جِهَادٍ كَانَ اَوْلىَ مِنَ الْجِهَادِ

Terjemah :

Kewajiban berjihad wajib pula sarana-sarananya bukan tujuannya, karena maksud berperang hanyalah menunjkkan (masyarakat) dan selainnya yaitu gugur syahid.Adapun membunuh orang kafir bukanlah merupakan tujuan sehingga jika menunjukkan masyarakat bisa dicapai dengan cara menegakkan dalil (argumen ) tanpa dengan cara jihad, maka hal itu lebih utama daripada jihad.

فـي فــتــاوى الــســبــكــي ، ص : 340-341 ، مــا نــصـــه :

فــإن الـمـقــصــود هـــدايــة الــخــلــق ودعــاؤهـــم إلـى الــتـــوحــيــد وشــرائــع الإســلام وتــحــصــيــل ذلــك لــهــم ولأعــقــابــهــم إلـى يــوم الــقــيــامــة فــلا يــعـــد لـــه شــيئ فــإن أمــكــن ذلــك بـالــعــلــم والـمـنــاظــرة وإزالــة الــشــبــهــة فــهــو أفــضــل . ومــن هــنــا نــأخـــذ أن مــداد الــعــلــمــاء أفـضــل مــن دم الــشــهـــداء . وإن لـــم يــمــكـن إلا بـالــقــتــال، قــاتــلــنــا إلــى إحــدى ثــلاث غــايــات ، إمــا هــدايــتـــهــم وهــي الــرتــبــة الــعــلــيـا ، وإمــا أن نــسـتــشــهــد دونــهــم وهــي رتــبــة مــتـــوســطــة فـي الــمـقــصــود ولــكــنــهــا شــريــفــة لــبــذل الـنــفــس الـتـي هــي أعـــز الأشــيــاء أفــضــل مــن حــيــث أنـــهــا وســيـلــة لا مــقــصــود مــفــضــولــة والــمــقــصــود إنــمــا هــو إعـــلاء كــلــمــة الله تــعــالـى . وإمــا قــتـــل الــكــافــر وهــي الــرتــبــة الــثــالــثــة و لــيــســت مــقــصــودة لأنــهــا تــفــويــت نــفــس يــتـــرجـى أن تــؤمــن وأن تـــخــرج مــن صــلــبــهــا مــن يـــؤمــن، ولــكــنــه هــو الــذي قــتــل نــفــســه بــإصــراره عــلـى الــكــفــر .

Khulashah :

Maksud daripada perang adalah menunjukkan mayarakat dan mengajak mereka kepada ajaran tauhid dan syariat Islam serta mengupayakan keberhasilannya bagi mereka dan anak cucunya sampai hari kiamat. Jadi tujuan tadi tak bisa diimbangi oleh suatu apapun. Kemudian apabila tujuan diatas masih bisa dicapai dengan kegiatan ilmiah, diskusi dan menyirnakan ajaran-ajaran mengkaburkan, maka itu lebih utama. Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa “Tinta para ulama’ lebih utama daripada darah para syuhada’ “. Dan jika tujuan diatas tidak bisa dicapai kecuali harus melalui jalan perang, maka kita bolehlah berperang guna mencapai satu diantara tujuan akhir dari perang yaitu (1) menunjukkan masyarakat dan ini yang tingkatan tertinggi (2) agar memperoleh status gugur syahid dan ini tingkatan tengah-tengah, dan (3) membunuh orang kafir dan ini merupakan tingkatan yang ketiga yang sebenarnya bukan tujuan daripada jihad.

جند الله ص : 364

ان هناك خمسة انواع من الجهاد اشير اليها بالكتاب اوالسنة الجهاد باللسان الجهاد التعليمى الجهاد باليد والنفس الجهاد السياسي الجهاد المالى

Terjemah :

Ada lima macam jihad yang saya isyaratkan berdasarkan al Kitab dan al Sunnah, yaitu dengan berorasi, jihad dalam bentuk pendidikan, jihad denagn fisik dan jiwa, jihad melalui jalur politik dan jihad dengan membelanjakan harta.

(5) Siapakah musuh atau sasaran yang menjadi target akhir dalam jihad ?

Jawaban no. 5

Sasaran berjihad dengan tanpa kekerasan adalah seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dan dalam situasi keamanan atau politik sedang terganggu, maka sasarannya para pengacau stabilitas dan mereka yang bertindak anarkhis.

Ibarat :

الـفـقــه الـمـنـهـجـي عــلــى مــذهــب الإمــام الـشــافــعـي ، ص : 486، مــا نــصـــه :

اِعْلَمْ اَنَّ قِتَالَ الْكُفَّارِ وَسِيْلَة ٌوَلَيْسَ غَايَةً فَاِذَا تَحَقَّقَّ الْهَدَفُ الْمَقْصُوْدُ بِدُوْنِ قِتَالٍ فَذَلِكَ هُوَ الْمَطْلُوْبُ وَلاَيُشْرَعُ الْقِتَالُ حِيْنَئِذٍ –الى ان قال – وَالْوَسِيْلَةُ الاُوْلىَ اِلىَ ذَلِكَ اِنَّمَا هِيَ الدَّعْوَةُ الْقَائِمَةُ عَلىَ الْمَنْطِقِ وَالْحِوَارِ وَاسْتِنْهَاضُ كَوَامِنِ الاِنْسَانِيَّةِ وَالاِنْصَافُ وَالْحَذَرُ مِنَ العَوَاقِبِ فِي نُفُوسِهِمْ - الى ان قال – وَاِنْ لَمْ يَتـَحَقَّقِ الهَدَفُ المَطْلُوبُ بِاَنْ قُوبِلَتِ الدَّعْوَةُ بِالاِسْتِنْكَارِ وَالعِنَادِ وَالصَّدِّ وَالمَنْعِ حَتىَّ لَمْ يَكُنْ مِنْ سَبِيلٍ لإِ بْلاَغِهَا دَهْمَاءِ النَّاسِ وَعَامَّتَهُمْ فَاِنَّ عَلىَ المُسْلِمِينَ اَنْ يُتْبِعُوا هَذِهِ المَرْحَلَةَ بِاالمَرْحَلَةِ الثـَّانِيَةِ الَّتِى تَلِيهَا بِاَمْرِ الحَاكِمِ المُسْلِمِ وَبِشَرْطِ اَنْ يَأنَسَ القُدْرَةَ عَلىَ ذَلِكَ وَهِيَ القِتَالُ المُنَاجِزَةُ

Terjemah :

Ketahuilah bahwa memerangi kaum kafir adalah merupakan sarana / alat dan bukan tujuan akhir. Maka apabila tujuan(jihad) yang dimaksud telah terealisasi dengan tanpa berperang maka itulah yang dikehendaki dan tidak perlu melakukan peperangan –sampai perkataan mushannif- Sarana yang pertama untuk mencapi tujuan jihad itu adalah da’wah yang ditegakkan diatas ilmu mantiq dan perdebatan, membangkitkan potensi sumber daya manusia, berlaku adil dan menghindari akibat-akibat pada dirinya –sampai perkataan mushannif- Dan apabila tujuan jihad yang dimaksud tidak bisa dicapai dengan gambaran upaya da’wah dilawan dengan pengingkaran dan penghadangan hingga tiada jalan untuk menyampaikan da’wah kepada masyarakat secara luas, maka wajib atas kaum muslimin untuk melanjutkan cara jihad ini dengan cara jihad yang kedua dengan berdasarkan perintah hakim muslim dan syarat punya kemampuan untuk itu dan cara itu adalah perang secara terang-terangan.

الـفـقــه الـمـنـهـجـي عــلــى مــذهــب الإمــام الـشــافــعـي ، ص : 475، مــا نــصـــه :

 مِنَ الــتـَّـعْــرِيْــفِ الَّـذِيْ ذَكـَـرْنـَـاهُ لِلْـجِـهَــادِ ، يـَـتـَّضِـحُ أَنَّ الْـجِـهَــادَ أَنْــوَاعٌ مِــنْــهَـا : الـْـجِــهـَـادُ بِالـتـَّعْـلِــيْـمِ، وَنـَـشْــرِ الْــوَعْــيِ ألإِسْــلاَمِـيِّ ، وَرَدِّ الـشُّـبَـهِ الْـفِــكْــرِيـَّـةِ الـَّتـِي تـَعْـتـَـرِضُ سَـبِـيْـلَ الإِيْـمـَـانِ بِــهِ ، وَتـَـفـَهُّــمَ حَــقـَـائِــقِــهِ .

 الْـجِـهـَـادُ بِـبَـــذْلِ الْـمَــالِ لِــتـَـأْمِــيْــنِ مَـا يَـحْـتـَـاجُ إِلـَـيْــهِ الْـمُـسْـلِـمُــوْنَ فِي إِقـَـامَــةِ مُـجْـتـَـمَـعِــهِــمُ الإِسـْـلاَمِـيِّ الْـمَـنْـشُــوْدِ

 الْـقِــتـَـالُ الــدِّفـَـاعِـيُّ : وَهـُــوَ الـَّـذِيْ يَـتـَـصَــدَّى بـِـهِ الْـمُـسْـلِـمُــوْنَ لِـمَــنْ يُــرِيـْـدُ أَنْ يَــنـَـالَ مِــنْ شَــأْنِ الْـمُـسْـلِـمِـيْـنَ فِـي دِيْــنِــهِــمْ .

 الْــقِــتـَـالُ الْـهُـجُـــوْمِـيِّ : وَهُــوَ الـَّـذِيْ يـَـبْــدَؤُهُ الْـمُـسْـلِـمُــوْنَ عِــنْــدَ مـَا يَـتـَجَــهَّـــوْنَ بِـالــدَّعْــوَةِ الإِسْــلاَمِــيَّــةِ إِلَـى الأُمَـــمِ ألأُخْــرَى فِي بـِــلاَدِهـَـا ، فَـيَــصُــدُّهُــمْ حُــكـَّـامُــهـَـا عـَــنْ أَنْ يُـبَـلِّــغُـــوْا بِـكـَلِـمَـةِ الْــحَــقِّ سَــمْــعَ الـنـَّـاسِ .

 حَــالـَـةُ الـنَّــفِــيْــرِ الْــعـَـامِّ وَذَلِــكَ عِــنْــدَ مـَا يَــقـْـتـَـحِــمُ أَعْــدَاءُ الْـمُـسْلِـمِـيْـنَ دِيـَـارَهـُــمْ مُــعْــتـَـدِّيـْـنَ بِــذَلِــكَ عَـــلـَى دِيـْـنِــهِــمْ وَاَرْضِـــهِـــمْ وَحُــرِيـَّـةِ إِعْــتِـــقـَـادِهـِــمْ .

Terjemah :

Dari definisi yang telah kami tuturkan tentang jihad telah jelas bahwa jihad itu bermacam-macam, diantaranya :

 Jihad dengan menyelenggarakan pendidikan, menyebarluaskan persatuan Islam, menangkal pemikiran-pemikiran mengkaburkan yang dapat menghalangi jalan menuju iman dan memehami hakikat iman.

 Jihad dengan dengan membelanjakan harta guna memenuhi keperluan umat Islam dalam menegakkan masyarakat Islam yang dicita-citakan.

 Peperangan pertahanan, yaitu peperangan yang dilakukan kaum muslimin guna menghadapi musuh yang ingin mendapatkan urusan kaum muslimin dalam bidang agamanya.

 Peperangan penyerangan, yaitu peperangan yang dimulai oleh pihak kaum muslimin ketika mereka menyampaikan da’wah Islamkepada umat lain dinegaranya lalu hakim-hakim negara itu menghalangi umat Islam dari penyampaian kalimah yang benar ke telingan para manusia.

 Peperangan umum, yaitu ketika musuh-musuh Islam telah memasuki daerah-daerah umat Islam dengan melancarkan serbuan kepada agama, bumi dan kemerdekaan berkeyakinan.

(6) Tepatkah tindak kekerasan (teror) merepresentasikan jihad kaum muslimin di Indonesia

Jawaban no. 6

Mengingat tindak kekerasan (teror) hampir bisa dipastikan menimbulkan korban nyawa dan harta diluar sasaran jihad, maka hal itu tidaklalah tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Ibarat :

الموسوعة الفقهية جز 3 ص : 167

اَلإسْتِبْدَادُ المُفْضِى اِلىَ الضَّرَرِ اَوِ الظُّلْمِ مَمْنُوْعٌ كَالإسْتِبْدَادِ فِى احْتِكَارِ الاَقْوَاتِ وَاسْتِبْدَادِ اَحَدِ الرَّعِيَّةِ فِيمَا هُوَ مِنَ اخْتِصَاصِ الاِمَامِ مِثلَ الْجِهَادِ وَالاِسْتِبْدَادِ فِى إقَامَةِ الحُدُودِ بِغَيْرِ إذْنِ الإمَامِ

Terjemah :

Tindakan atas kemauan sendiri yang menimbulkan bahaya atau kedhaliman adalah dilarang sebagaimana halnya tindakan atas kemauan sendiri dalam menimbun bahan makanan pokok dan tindakan atas kemauan sendiri oleh salah seorang rakyat dalam suatu hal yang menjadi kewenangan khusus imam / pemimpin seperti jihad dan bertindak secara pribadi dalam menegakkan hukuman had dengan tanpa seizin imam.

قرة العين بفتاوى اسماعيل الزين ص : 199

ان بلادكم استقلت والحمد لله ولكن لايزال فيها الكثير من الكفار واكثر اهلها مسلمون ولكن الحكومة اعتبرت جميع اهلها مسلمهم وكافرهم على السواء وقلتم ان شروط الذمة المعتبرة اكثرها مفقودة من الكافرين فهل يعتبر ذميين او حربيين وهل لنا نتعرض لايذائهم اذى ظاهرا الى اخر السؤال ؟

فاعلم ان الكفار الموجودين في بلادكم وفى بلاد غيركم من اقطار المسلمين كالباكستان والهند والشام والعراق والسودان زالمغرب وغيرها ليسوا ذميين ولامعاهدين ولامستاْمنين بل حربيون حرابة محضة – الى ان قال – لكن التصدى لايذائهم اذى ظاهرا كما ذكرتم فى السؤال ينظر فيه الى قاعدة جلب المصالح ودرء المفاسد ويرجح درء المفاسد على جلب المصالح ولاسيما وأحاد الناس وافرادهم ليس فى مستطاعهم ذلك كما هو الواقع والمشاهد

Terjemah :

Negara kalian telah merdeka al hamdulillah, tetapi tetap tinggal disan banyak orang-orang kafirpada mayoritas penduduk negara itu kaum muslimin. Sementara pihak pemerintah memperlakukan sama pada seluruh penduduk baik yang muslim maupun yang kafir, dan kalian berkata bahwa sesungguhnya syarat-syarat dzimmah yang mu’tabar kebanyakan tidak terpenuhi dari pihak orang-orang kafir. Apakah mereka itu dianggap golongan kafir dzimmi atau harby, dan apakah kita boleh bersikap memusuhimereka dengan terang-terangan …………. Sampai pertanyaan ?

Aku (syekh Ismail Zain) menjawab : …. Ketahuilah bahwa orang-orang kafir yang berada dinegara kalin dan negara-negara lain di daerah-daerah umat Islam seperti Pakistan,India, Syam, Irak, Sudan, Maghrib dan yang lain bukanlah mereka itu golongan kafir dzimmi, mu’ahad maupun musta’man, bahkan mereka itu golongan kafir harby secara murni –sampai perkataan muallif- akan tetapi untuk bersikap memusuhi merka dengan terang-terangan sebagaimana kalian sebut dalam pertanyaan perlu memperhatikan kaidah “menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan, dan mengunggulkan menolak kerusakan daipada menarik kemaslahatan”, lebih-lebih bagi individu-individu manusia dimana mereka tak punya kemampuan yang memadahi untuk bertindak seperti itu sebagaiman yang terlihat nyata.

قــرة الـعـيـــن للــعــلامــة الـشـيــخ مـحــمــد سـلـيـمــان الــكــردي الــمــدني الـشــافــعــي ، ص : 208-209، مــا نــصـــه :

اَلـَّـذِيْ يَــظْــهَــرُ لِلْـفَـقِــيْــرِ أَنَّــهُــمْ حَــيْــثُ دَخَــلُــوْا بَــلَــدَنـَـا لِلـتـِّـجـَـارَةِ مُـعْـتـَمِــدِيـْـنَ عَــلَـى الْـعَـادَةِ الْـمُـطَّــرِدَةِ مِــنْ مَــنْــعِ الـسُّــلْـطَـانِ مِــنْ ظُــلْـمِــهِــمْ وَأَخْـــذِ أَمْــوَالِــهِــمْ وَقـَـتـْـلِ نُــفُــوْسِــهِــمْ وَظَـنُّـــوْا أَنَّ ذَلِــكَ عَــقـْـدَ أَمَــانٍ صَــحِــيْــحٍ لاَ يـَـجُـــوْزُ إِغْــتِــيـَـالـُـهُــمْ ، بَــلْ يَــجِــبُ تـَـبْــلِــيْـغـُـهُـــمُ ألْـمَـأْمَــنَ ... لأَِنَّ الـسُّـلْـطَــانَ فِـيْــهَــا جـَــرَتْ عَـــادَتـُــهُ بِــالــذَّبِّ عَــنْــهُــمْ، وَهُـــوَ عَــيْــنُ الأَمـَـانِ .

Terjemah :

Apa yang tampak bagi al Faqir (Syekh Muhammad Sulaiman al Kurdi) bahwa mereka (orang-orang kafir) sekiranya memasuki negara kita (umat Islam) untuk berbisnis dengan berpedoman pada adat yang berlaku yaitu larangan pemerintah menganiaya mereka, merampas hartanya, membunuh jiwanya dan mereka menduga bahwa hal yang demikian itu merupakan bentuk jaminan keamanan yang sah, maka tidak diperbolehkan menyerang mereka bahkan wajin berupaya menciptakan rasa aman pada mereka …. Karena adat kebiasaan pemerintah sudah berlaku melindungi mereka dan itulah hakikat jaminan keamanan.

BATSHUL MASA'IL 2

PENOLAKAN PEMERINTAH TERHADAP RU'YATUL HILAL

Deskripsi masalah :
Penetapan awal bulan untuk kalender hijriyyah hususnya ramadlan dan idul fitri berdasarkan MUNAS ALIM ULAMA 1404 H./1983 M. di Situbondo yang dikokohkan kemudian pada muktamar NU ke 27 1404 H./1984 M. serta MUNAS ALIM ULAMA 1408 H./1987 M. di Pasugihan Cilacap menggariskan :
Pertama : Penetapan awal ramadlan dan idul fitri menggunakan dasar Ru'yatul Hilal atau Istikmal usia bulan berjalan 30 hari.
Kedua : Bila pemerintah c/q Departement Agama menetapkan awal ramadlan dan idul fitri berdasarkan Hisab, maka warga NU tidak wajib mematuhi dan mengikutinya.
Ketiga : Bila terjadi pertentangan antara hasil hisab dengan ru'yah, maka yang diamalkan adalah hasil ru'yah dan bukan hasil hisab.
Garis kebijakan NU tersebut sesuai dengan pendapat jumhur ulama (Ijma ulama salaf).
Pertanyaan :
a. Bagaimana solusi hukum syar'inya apabila hasil Ru'yatul Hilal ditolak karena perhitungan falaq haqiqi bit taqrib atau haqiqi bit tahqiq menunjuk belum imkan ar ru'yah ?
Jawaban :
Solusi hukum Syar'inya adalah terjadi perbedaan pendapat, menurut Imam Romli mengikuti ru'yah dan menurut Imam Subki menolak Ru'yah. Sedangkan menurut Ibnu Hajar penolakan ru'yah bisa dibenarkan ketika perhitungan hisab telah disepakati oleh Ahli Hisab yang mutawatir. Kemutawatiran itu menurut Sayid Alawi Bahasan didukung oleh minimal lima kitab yang berbeda pengarang yang menerangkan bab hisab.

1. إعانة الطالبين ج 2 ص 216

(فرع) لو شهد برؤية الهلال واحد او اثنان واقتضى الحساب عدم امكان رؤيته قال السبكي لاتقبل هذه الشهادة لأن الحساب قطعي والشهادة ظنية والظن لا يعارض القطع وأطال فى بيان رد هذه الشهادة والمعتمد قبولها إذ لا عبرة بقول الحساب إهـ وفصل فى التحفة فقال الذي يتجه ان الحساب ان اتفق اهله على ان مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا إهـ

2. فتاوي سيدي خليلي ص:112 للإمام محمد الخليلي الشافعي

(سئل) عما لو دل الحساب على كذب الشاهد فى أول رمضان أو أخره بأن شهد فى الأول برؤية هلال رمضان ودل الحساب على كذب الشاهد وشهد فى الثاني برأية هلال شوال ودل الحساب على كذبه فهل يجب فى الأول الصوم وفى الثاني الإفطار عملا بالرؤية المعلق بها الحكم فى الإخبار والغاء الخساب لاحتمال الغلط فيه أم لا يجب صوم فى الأول والإفطار فى الثاني عملا فى الحساب لأنه مبني على قواعد وضوابط وأهله حروره ونسبة الشهود أولى من نسبته إلى الحساب أم يفصل فيجب الصوم ولايجب الإفطار احتياطا للعبادة فيهما (أجاب :) اتعلم أن هذه المسألة وقع فيها خلاف بين علماء أهل المذهب مثل الأذرعي و السبكي و الاسنوي وغيرهم وتبعهم خلق كثير فمن ذهب إلى العمل بالحساب والغاء الشهادة مطلقا كالسبكي ومن ذاهب إلى قبولها والغاء الحساب مطلقا عن ان يكون اهل الحساب بلغوا عدد التواتر أم لا والذي اختاره ابن حجر وغيره هو أن اتفق أهل الحساب على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا بأن اختلفت أهل الحساب فى مقدماته بين كونها قطعية وظنية بأن قال بعضهم أنها قطعية وبعضهم أنها ظنية أو قالوا جميعا أنها ظنية أولم يبلغوا عدد التواتر فالعمل بالشهادة هذا ظاهر كلامهم فى أول رمضان والذي جريان مثله فى أول شوال فيعمل بالحساب إذا وجدت شروطه .

3. فتاو الرملي ص: 358

سئل عن قول السبكي لو شهدت بينة برؤ ية الهلال ليلة الثلاثين من الشهر وقال الحساب بعدم امكان الرؤية تلك الليلة عمل بقول اهل الحساب لأن الحساب قطعي والشهادة ظنية وأطال الكلام فى ذلك فهل يعمل بما قاله ام لا وفيما إذا رئي الهلال نهارا قبل طلوع الشمس يوم التاسع والعشرين من الشهر وشهدت بينة برؤية هلال رمضان ليلة الثلاثين من شعبان هل تقبل الشهادة ام لا؟ لأن الهلالإذا كان الشهر كاملا يغيب ليلتين او ناقصا يغيب ليلة وغاب الهلال الليلة الثالثة قبل دخول وقت العشاء لأنه صلى الله عليه وسلم كان يصلي العشاء لسقوط القمر لثالثة هل يعمل بالشهادة ام لا؟ (فأجاب) ان المعمول به فى المسائل الثلاث ما شهدت به البينة لأن الشهادة نزلها الشارع منزلة اليقين وما قاله السبكي مردود رده عليه جماعة من المتأخرين وليس العمل بالبينة مخالفة لصلاته صلى الله عليه وسلم ووجه ما قلناه أن الشارع لم يعتمد الحساب بل ألغاه بالكلية بقوله "نحن أمة أمية لا نكتب ولا نحسب الشهر هكذا او هكذا " وقال إبن دقيق العيد الحساب لا يجوز الإعتماد عليه فى الصيام إهـ والإحتمالات التي ذكرها السبكي بقوله ولأن الشاهد قد يشتبه عليه الخ لا أثر لها شرعا لإمكان وجودها فى غيرها من الشهادات إهـ

4. الفتاوى السبكي الجزء الأول ص: 207-213

كتاب الصيام (مسألة) فيمن شهد برؤية الهلال منفردا بشهادته واقتضى الحساب تكذيبه-إلى أن قال-فيجب على الحاكم إذا جرب مثل ذلك وعرف من نفسه أو بخبر من يثق به أن دلالة الحساب على عدم إمكان الرؤية أن لا يقبل هذه الشهادة ولا يثبت بها ولا يحكم بها ويستصحب الأصل فى بقاء الشهر فإنه دليل شرعي محقق حتى يتحقق خلافه ولا نقول الشرع ألغى قول الحساب مطلقا والفقهاء قالوا : لا يعتمد فإن ذلك إنما قالوه فى عكس هذا وهذه المسألة المتقدمة التي حكينا فيها الخلاف أما هذه المسألة فلا ولم أجد فى هذه نقلا ولا وجه فيها للاحتمال غير ما ذكرته ورأيت إمام الحرمين فى النهاية لما تكلم فيها إذا رئي الهلال فى موضع ولم ير فى غيره وللأصحاب فيه وجهان هل تعتبر مسافة القصر أو المطالع جزم بمسافة القصر وذكر المطالع على وجه الاحتمال له لأنه لم ينقله ثم رده بأنه مبني على الأرصاد والتمودرات وفرض ذلك فى دون مسافة القصر بانخفاض وارتفاع وهذا الفرض الذي قد فرضه نادر فإن أمكن ذلك وحكم حاسب بعدم الإمكان فى هذا الموضع احتمل أن يقال بعدم تعلق الحكم واحتمل أن يقال إنما دون مسافة القصر كالبلد الواحد فيتعلق به الحكم ومسألتنا هذه فى قطر عظيم وأقاليم دل الحساب على عدم إمكان الرؤية فيها فشهد اثنان أو ثلاثة على رؤيته مع احتمال قولهما بجميع ما قدمناه فلا أرى قبول هذه البينة أصلا ولا يجوز الحكم بها واعلم أنه ليس مرادنا بالقطع ههنا الذي يحصل بالبرهان الذي مقدماته كلها عقلية فإن الحال هنا ليس كذلك وإنما هو مبني على أرصاد وتجارب طويلة وتسيير منازل الشمس والقمر ومعرفة حصول الضوء الذي فيه بحيث يتمكن الناس من رؤيته والناس يختلفون فى حدة البصر فتارة يحصل القطع إما بإمكان الرؤية وإما بعدمه وتارة لا يقطع بل يتردد والقطع بأحد الطرفين مستنده العادة كما نقطع فى بعض الأجرام البعيدة عنا بأنا لا نراها ولا يمكنا رؤيتها فى العادة وإن كان فى الإمكان العقلي ذلك ولكن يكون ذلك خارقا للعادة وقد يقع معجزة لنبي أو كرامة لولي أما غيرهما فلا اهـ

5. إخلاص الناوي الجزء الأول ص : 357

والمعتمد في المذهب الحنفي أن شرط وجوب الصوم والإفطار رؤية الهلال وأنه لاعبرة بقول المؤقتين ولو عدولا ومن رجع الى قولهم فقد خالف الشرع وذهب قوم منهم الى أنه يجوز أن يجتهد في ذلك ويعمل بقول أهل الحساب ومنع مالك من اعتماد الحساب في اثبات الهلال فقال أن الإمام الذي يعتمد على الحساب لايقتدى به ولا يتبع وبين أبو الوالد الباجي حكم صيام من اعتمد الحساب فقال فإن فعل ذلك أحد فالذي عندى أنه لا يعتد بما صام منه على الحساب ويرجع الى الرؤية وإكمال العدد فإن اقتضى ذلك قضاء شيء من صومه قضاه وذكر القرافي قولا أخر للملكية بجواز اعتماد الحساب في إثبات الأهلة .

6. فتاوي النافعة ص : 34- 36 ( للإمام أبي بكر بن أحمد بن عبد الله الخطيب الأنصاري التريمي الحضرمي الشافعي)

(وسئل نفع الله به) عن رجلين سمعا سماعا مطلقا ليلة الثلاثين من رمضان أنه وصل خط لقاضى بلدهما من بلدة أخري بينهما نحو من مرحلة إعلاما للقاضي المذكور بثبوت شهر شوال تلك الليلة ثم انهما أرسلا للقاضى المذكور رسولا يستخبره عن ثبوت الشهر المذكور ووصول الخط المذكور فأجاب القاضى : إن الشهر لم يثبت عنده ولم يصدق بما تضمنه الخط المذكور فأعلما بالتكبير في الطرق والشوارع والمساجد وأشاعا عند العوام أن الشهر ثبت وأن العيد بكرة وألزما بعض الناس بالفطر وأشاعا أن الصوم غدا حرام والحال أنهما مستندان في جميع ما ذكر على السماع المذكور أعلاه لا غير مع أن جمعا كثيرين أكثر من عدد التواتر رأوه يوم التاسع والعشرين صباحا قبل طلوع الشمس بنحو ثلث ساعة وتعرض ليلة الثلاثين جمع كثيرون أيضا منأهل حاسة النظر لرؤيته من أهل تلك البلدة وغيرها فلم يروه فهل يجوز لرجلين المذكورين الإقدام على الفطر اعتمادا على ما ذكر ؟ وهل يسوغ لهما الإلزام بالفطر والتشييع والإعلان اعتمادا على ما ذكر ؟ وإا قلتم بعدم الجواز لهما وأنهما آثمان بذلك فهل لولي الأمر زجرهما وردعهما وتأبيدهما والحال ما ذكر ؟ (فأجاب بقوله) والله أعلم بالصواب إنه لا يجوز لهما إظهار الفطر فضلا عن إظهار شعار العيد من تكبير وصلاة والحال ما ذكر قال الشيخ ابن حجر في فتاويه وحيث قلنا بجواز الفطر أو وجوبه ولم يثبت عند الحاكم وجب إخفاؤه لئلا يتعرض لمخالفته وعقوبته اهـ فإذا كان هذا في مجرد إظهار الفطر فما بالك بإظهار شعار العيد من التكبير والصلاة فعلى ولي الأمر أيده الله زجرهما وردعهما وكذا تأديبهما وتعزيرهما بما يليق ككل معصية لا حد فيها ولا كفارة وأشنع من ذلك وأفظع إلزامهما الغير الفطر وكأنهما طالبان منصب القضاء ومسترشفان على مركزه للفصل والإمضاء إذ الإلزام لا يكون إلا للولاة ونوابهم لا للآحاد ولعمري لقد ارتكبا أمرا فظيعا وفعلا فعلا شنيعا فلا حول ولا قوة إلا بالله وأما مجرد الإقدام على الفطر من غير إظهار فإن علم ما تضمنه الخط من الثبوت أو أخبرا بمضمونه أو بثبوته في بلدة متحدة المطلع هي وبلدتهما واعتقداه في الكل اعتقادا جازما جاز بل وجب الفطر على المعتمد لكن جاز سرا كما تقدم وبقبول الشهادة وثبوته بها والحال ما ذكر من طلوعه يوم التاسع والعشرين أمام الشمس ورؤية عدد التواتر له خلاف منتشر جدا بين العلماء ولكن الأكثرين قائلون بردها وإلغاء الحكم المترتب عليها قال في البراهين العقلية : قال العلامة إبراهيم بن علي الأصبحي في كتابه (اليواقيت في معرفة المواقيت) ولا يمكن أن يرى قبل طلوع الشمس وبعد غروبها في يوم واحد ومن شهد بها فهو شاهد زور اهـ : وشاهد الزور ترد شهادته كما هو معلوم وممن أفتى برد الشهادة ونقض الحكم المترتب عليها محمد بن علي علان وعبد العزيز الزمزمي وأحمد مؤذن بإجمال وتبعهم الحبيب العلامة علوي ابن عبد الله باحسن والحبيب العلامة طاهر ابن محمد بن هاشم وعبدون بن قطنة والشيخ علي بن قاضي وغير هؤلاء ولم يبالوا بمخالفة الشمس الرملي وإن تبعه البرزنجي والحبيب عبد الرحمن بن عبد الله بافقيه وردوا عليهم ردا بليغا وصنفوا في الرد عليهم رسائل متعددة وفي التحفة ووقع تردد لهؤلاء وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية : والذي يتجه منه أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا اهـ قال سيدنا العلامة عبد الرحمن بن محمد العيدروس سألت بعض مشايخي من المالكية عن مثل هذه المسألة وهل استحالتها قطعية لديهم أي الحسّاب أو لا ؟ فأجاب بأنه قطعية وإن نقل كلام الأئمة وإفراده بتصنيف ضائع لأنه ضروري عادي لهم اهـ ونقل الشيخ العلامة عبد الله بن قطنة عن السيد العارف بالله علوي باحسن بأنه إن وجد في عصر خمسة من أهل الفلك واجتمع كلامهم في تحرير تلك المسألة كفى وإن لم يوجدوا فكتبهم تغني عنهم وإذا وجد اجتماع كلام خمسة في تصانيفهم كان ذلك من الخبر المتواتر اهـ بمعناه وقال الشيخ عبد الله بن قطنة المذكور (تنبيه) الذي يظهر ويتبادر من كلام ابن حجر في قوله : ولو دل الحساب إلخ أنه مفروض في استحالة لا تعلم إلا من قول أهل الحساب أما ما سبق تقريره في هذه الرسالة من المنع عند ظهور الهلال أمام الشمس بكرة التاسع والعشرين فهو مدلول نصوص المفسرين والفقهاء والأئمة المجتهدين فلا حاجة فيه إلى الرجوع إلى أهل الحساب ولا إلى تواترهم ولا يشمله كلام الشيخ في اشتراط التواتر وعلى التنازل في أن كلام الشيخ يشمله فما اشتراطه من إخبار عدد التواتر باستحالة حاصل بتواتر الكتب ونقله في جملة منها وقد تقرر نقل الاستحالة في كثير من الكتب الشرعية فضلا عن الكتب الحسابية كما عرفته مما سبق نقله عن الأئمة وتواتر الكتب معتبر كما نص على ذلك الشيخ ابن حجر في تحفته في كتاب السير ولفظه : تواتر الكتب معتد به كما صرحوا به .

7. فتاوى النافعة ص 27

وعلى التنـزل فى أن كلام الشيخ يشمله فما اشترطه الشيخ من أخبار عدد التواتر بالإستحالة حاصل بتواتر الكتب ونقله فى جملة منها وقد تقرر نقل الإستحالة فى كثير من الكتب الشرعية فضلا عن الكتب الحسابية كما عرفته مما سبق نقله عن الأئمة وتواتر الكتب معتبر كما نص على ذلك الشيخ ابن حجر فى تحفته فى كتاب السير ولفظه تواتر الكتب معتد به كما صرحوا به قال سيدنا علوى باحسن فيكفى ذكر الإستحالة فى خمسة كتب فصاعدا من كتب الحساب والإجماع المنقول بالآحاد حجة أيضا كما فى جمع الجوامع فحينئذ فيكفى نقل الثقة إجماع أهل الحساب أن هذا الأمر مستحيل وقال الأمر المأخوذ من الكتاب والسنة هو الذى عليه التعويل والمخالف لهما مردود وإن كان فى صورة دليل

فتاوى النافعة ص 36

وفى التحفة ووقع تردد لهؤلاء وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية والذى يتجه منه أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا أهـ. قال سيدنا العلامة عبد الرحمن بن محمد العدروس : سألت بعض مشايخى من المالكية عن مثل هذه المسئلة وهل استحالتها قطعى لديهم أى الحساب أو لا ؟ فأجاب بأنه قطعى وأن نقل كلام الأئمة وافراده بتصنيف ضائع لأنه ضرورى عادى لهم أهـ. ونقل الشيخ العلامة عبد الله بن قطنة عن السيد العارف بالله علوى باحسن بأنه إن وجد فى عصر خمسة من أهل الفلك واجتمع كلامهم فى تحرير تلك المسئلة كفى وإن لم يوجدوا فكتبهم تغنى عنهم وإذا وجد اجتماع كلام خمسة فى تصانيفهم كان ذلك من الخبر المتواتر اهـ. بمعناه وقال الشيخ عبد الله بن قطنة المذكور (تنبيه) الذى يظهر ويتبادر من كلام ابن حجر فى قوله ولو دل الحساب الخ أنه مفروض فى استحالة لا تعلم إلا من قول أهل الحساب

b. Haruskah penetapan pemerintah yang berpihak mengandalkan hisab dan mengingkari hasil ru'yatul hilal dipatuhi / diikuti oleh warga NU ?
Jawaban :
Tidak boleh mengikuti penetapan pemerintah dengan syarat sebagai berikut :
a. Mempercayai kebenaran Ru'yah walaupun orang yang melihat tidak memiliki syarat, seperti Fasiq, perempuan dan anak kecil.
b. Ru'yah Mutawatir.
c. Jika orang yang melihat satu atau dua, maka tidak boleh mengikuti Chisab baik yang mempercayai kebenaran Ru'yah atau tidak menurut Imam Romli dan bagi yang tidak mempercayai, maka wajib menerima penetapan pemerintah menurut Imam Subki. Sedangkan Imam Ibnu Hajar mewajibkan mengikuti penetapan pemerintah bagi yang tidak mempercayai Ru'yah, kecuali dengan syarat :
a. Ahli Chisab memastikan belum mungkin Ru'yah.
b. Chisabnya qoth'i.
c. Ahli Chisab yang menyatakan tidak mungkin Ru'yah mencapai bilangan tawatur. Sedangkan bilangan tawatur menurut Imam Alawi adalah minimal lima kitab chisab qoth'i dengan berbeda pengarang (Mu-allif).

1. فتاوى النافعة ص 36

وفى التحفة ووقع تردد لهؤلاء وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية والذى يتجه منه أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا أهـ. قال سيدنا العلامة عبد الرحمن بن محمد العدروس : سألت بعض مشايخى من المالكية عن مثل هذه المسئلة وهل استحالتها قطعى لديهم أى الحساب أو لا ؟ فأجاب بأنه قطعى وأن نقل كلام الأئمة وافراده بتصنيف ضائع لأنه ضرورى عادى لهم أهـ. ونقل الشيخ العلامة عبد الله بن قطنة عن السيد العارف بالله علوى باحسن بأنه إن وجد فى عصر خمسة من أهل الفلك واجتمع كلامهم فى تحرير تلك المسئلة كفى وإن لم يوجدوا فكتبهم تغنى عنهم وإذا وجد اجتماع كلام خمسة فى تصانيفهم كان ذلك من الخبر المتواتر اهـ. بمعناه وقال الشيخ عبد الله بن قطنة المذكور (تنبيه) الذى يظهر ويتبادر من كلام ابن حجر فى قوله ولو دل الحساب الخ أنه مفروض فى استحالة لا تعلم إلا من قول أهل الحساب

2. فتاوى سيدي خليلي ص: 113

(سئل) عما لو دل الحساب على كذب الشاهد في أول رمضان أو أخره بأن شهد في الأول برؤية هلال رمضان ودل الحساب على كذب الشاهد وشهد في الثاني برؤية هلال شوال ودل الحساب على كذبه فهل يجب في الأول الصوم وفي الثاني الافطار وعملا بالرؤية المعلق بها الحكم في الأخبار والغاء الحساب لاحتمال الغلط فيه أم لا يجب صوم في الأول ولا افطار في الثاني عملا بالحساب لأنه مبني على قواعد وضوابط وأهله حرروه ونسبة الغلط إلى الشهود أولى من نسبته إلى الحساب أم يفصل فيجب الصوم ولا يجب الافطار احتياطا للعبادة فيهما (أجاب) اعلم أن هذه المسألة وقع فيه خلاف بين علماء أهل المذهب مثل الاذرعي والسبكي والاسنوي وغيرهم وتبعهم خلق كثير فمن ذاهب إلى العمل بالحساب والغاء الشهادة مطلقا كالسبكي ومن ذاهب إلى قبولها والغاء الحساب مطلقا عن أن يكون أهل الحساب بلغوا عدد التواتر أم لا والذي اختاره ابن حجر وغيره هو أنه إن اتفق أهل الحساب على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا بأن اختلف أهل الحساب في مقدماته بين كونها قطعية وظنية بأن قال بعضهم انها قطعية وبعضهم بأنها ظنية أو قالوا جميعا انها ظنية أو لم يبلغوا عدد التواتر فالعمال بالشهادة هذا ظاهر كلامهم في أول رمضان والذي يظهر جريان مثله في أول شوال فيعمل بالحساب إذا وجدت شروطه الثلاث وبالشهادة إذا انتفى احد منها وكل هذا مع استيفاء الشهود الشروط المعتبرة وصحة الضبط وصحة النظر واثبات الشاهد ونحو ذلك وإلا فلا يخفى أن مثل هذه الأمور تحتاج لنظر الحاكم واجتهاده وكل هذا إذا لم يحكم حاكم بالحساب أو بالرؤية وإلا فالمعول عليه حكمه لأنه يرفع الخلاف ثم ينبغى تقييد ذلك بما إذا قطع بعدم الرؤية فتصير الشروط أربعة ان يقطعوا بمقدماته وأن يتفقوا عليها ويقطعوا بعدم رؤيته وان يكونوا عدد التواتر.

3. إعانة الطالبين ج 2 ص 216

(فرع) لو شهد برؤية الهلال واحد او اثنان واقتضى الحساب عدم امكان رؤيته قال السبكي لاتقبل هذه الشهادة لأن الحساب قطعي والشهادة ظنية والظن لا يعارض القطع وأطال فى بيان رد هذه الشهادة والمعتمد قبولها إذ لا عبرة بقول الحساب إهـ وفصل فى التحفة فقال الذي يتجه ان الحساب ان اتفق اهله على ان مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا إهـ

4. الثمار اليانعة شرح الرياض البديعة ص 57

(وجب) أى الصوم (على الرائى ولو غير عدل وان كان حديد البصر حتى لو رأى شعبان ولم يثبت عند القاضى ثبت الصوم فى حقه باستكمال شعبان ثلاثين يوما من رؤيته (وعلى من صدقه فقط) أى من اعتقد صدق من أخبره بالرؤية ولو غير موثوق به وان لم يذكر الرائى رؤية الهلال عند القاضى ولو كان فاسقا أو رقيقا أو صغيرا أو كافرا ومن أخبره موثوق به بأنه راى الهلال وجب عليه الصوم وان لم يصدقه لأن خبر الثقة مقبول شرعا قال الزيادى ومثله موثوق بزوجته وجاريته وصديقه

5. بغية المسترشدين ص 108 .دار احياء الكتب العربية

مسئلة ي ) اذا ثبت الهلال ببلد عم الحكم جميع البلدان التى تحت حكم حاكم بلد الرؤية وان تباعدت إن اتحدت المطالع وإلا لم يجب صوم ولا فطر مطلقا وان اتحد الحاكم ولو اتفق المطالع ولم يكن للحاكم ولاية لم يجب الا على من وقع فى قلبه صدف الحاكم ويجب ايضا ببلوغ الخبر بالرؤية فى حق من بلغه متواترا او مستفيضا والتواتر ما اخبره جمع يمتنع تواطؤهم على الكذب عن امر محسوس ولم يشترط اسلامهم ولاعدالتهم والمستفيض ما شاع بين الناس مستندا لاصل

6. السرقاوى ج 1 ص 45-50

والحاصل ان الصوم رمضان يجب باحد امور اربعة كمال شعبان ثلاثين يوما او رؤية الهلال فى حق من رآه وان كان فاسقا او ثبوتها فى حق من لم يره بعدل شهادة او اخبار عدل رواية موثوق به سواء وقع فى قلبه صدقه ام لا خلافا لما ذكره فى شرح المنهاج وان تبعه بعض الحوشي هنا اوغيرموثوق به كفاسق ان وقع فى قلبه صدقه

7. ميزان الإعتدال في مسألة اختلاف المطالع ورؤية الهلال ص 37-38 (للشيخ منصور بن عبد الحميد البتاوي)

وقال الخليلي في فتاويه اعلم وفقك الله إني تتبعت أطراف كلامهم فرأيتهم يثبتون رمضان بستة عشر أشياء (1) إكمال شعبان (2) شهادة العدل (3) إخبار من صدقه من نحو نساء وعبيد وفسقة (4) الحاسب والمنجم لمن صدقهما (5) الاجتهاد فيما إذا اشتبه وفي حق أسارى (6) العلامة القطعية كقيادة القناديل على المنابر ليلة الرؤيا (7) تواتر الرؤيا ولو فساقا ولو من كفار (8) رؤية هلال شعبان في حق الرائي فإذا تم وجب عليه رمضان وإن لم يثبت على الجميع (9) حكم حاكم بعلمه (10) حكم محكم لمن رضي به بالرؤية (11) حكم محكم بعلمه (12) حكم المخالف إذا اختلفت المطالع (13) الشهادة على الشهادة بالرؤية (14) الشهادة عى حكم الحاكم (15) الشهادة على حكم المحكم لمن رضي به (16) الاستفاضة يجب بها الصوم وإن كانت الشهادة لا تجوز بها فتأمل ذلك

c. Sahkah memulai ibadah puasa atau berhari raya idul fitri berdasarkan hasil ru'yatul hilal yang ditolak oleh pemerintah ?
Jawaban :
Idem dengan jawaban atas.
Ibarat sama dengan atas